Postingan

Menampilkan postingan dari Januari, 2016

BUKAN PUJANGGA YANG MEMILIH HATIMU

Sejak kapan, mulai kapan, Ravi bergabung dengan keempat teman ceweknya, ia kurang paham. Lupa, tidak mengingat-ingat peristiwa apa yang melatarinya gabung. Baginya, yang menyenangkan sekarang, ia ada dalam kesatuan cewek-cewek cantik nan smart. Betapa nggak bangga ??             Brave selain berarti berani, pemberani, secara tak sengaja merupakan inisial kelima anggotanya. Ravi ada di dalamnya, menjadi bagiannya. Satu-satunya pria di antara keempat teman wanitanya. BRAVE adalah Betris, Ravi, Ai Ling, Voni, dan Esthrie, kelimanya bersahabat, rukun, guyub, dan kompak. Kompak untuk bersenang-senang, tapi tidak melupakan tugasnya sebagai mahasiswa Universitas Sempe Wan.             Ada satu tradisi yang sudah berlangsung lama di antara kelimanya, yaitu saling memberi kejutan saat salah satu dari mereka berulang tahun. Tiap tahun, siapa pun yang berulang tahun akan menerima kado...

KISAH KLASIK PERSEMBAHAN UNTUKMU

Aku terperanjat ketika sedang melakukan transaksi internet banking. Malam itu, aku hendak membayar tagihan telepon. Untuk memastikan saldo yang masih bersisa, aku melihat mutasi rekening terlebih dulu. Kaget!! Itu yang kurasakan. Saldo rekeningku biasanya hanya puluhan ribu, malam itu, jutaan rupiah. Ada satu mutasi yang terjadi 3 hari yang lalu. Rekeningku bertambah Rp 5.000.000,-  Adapun pengirimnya adalah Spektra Media. Masih terkejut dengan tambahan rejeki dadakan, aku berucap alhamdulillah. Tebakanku sementara, uang itu adalah royalti tulisanku. Sambil masih tidak memercayai tambahan di rekening, aku mengingat tulisan atau buku yang mana yang tiba-tiba memberiku tambahan royalti sebanyak itu. Sementara itu, tidak ada kabar dari penerbit soal royalti ini. Di tengah ketidakyakinan, transaksi pembayaran telepon tetap aku lakukan. Toh uangnya cukup dan tersedia di rekeningku sebelum ketambahan uang royalti.             ...

PESAN DARI KAMAR SEBELAH

Aku memandang ayah yang tergolek lemah dalam ruangan sangat dingin, dibatasi selapis kaca tebal yang menyekat aku dengannya. Di dalam ruangan kaca berpendingin itu, berjejer pasien lain bersama ayah. Masing-masing dari mereka, tubuhnya, dipenuhi kabel, selang, dan berbagai alat monitor pemantau kehidupan. Bunyi tit...tit...tit masih terdengar lirih menembus kaca di depanku. Jam dinding dalam ruangan, yang terlihat dari tempatku berdiri, jarum panjangnya nyaris menyentuh angka 12, sedangkan jarum pendeknya mepet dengan angka 6. Itu menandakan waktu bezoek akan berakhir. Begitu juga tulisan yang tertera di gerbang masuk Rumah Sakit Husada Setya . Jam kunjungan sore mulai pukul 16.30—18.00. Berhubung ayah dirawat di ICU, aku dan keluargaku leluasa menungguinya tanpa dipengaruhi jam bezoek. “Mbak, aku antarkan ibu pulang dulu,” pamit Ratu. Ratu adik angkatku, yang sejak kemarin bersamaku dan ibu, menjaga ayah yang comma di ICU. Sambil memalingkan wajah ke arahnya, aku mengangguk da...