JANGAN KIRIM BUNGA LAGI !!
Vebby terpana. Begitu membuka beranda instagramnya disuguhi
foto bunga. Pengirimnya tertera bernama Sabdo
Utomo. Sepertinya, ia mengenal objek foto itu. Vebby berusaha
mengingat-ingat lagi. Lama tapi tetap tidak memunculkan siapa itu Sabdo Utomo. Meskipun
antarmereka saling berteman, tapi lebih banyak Sabdo Utomo yang banyak me-LIKE
foto-fotonya. Vebby jarang me-LIKE postingan foto-foto milik Sabdo. Dengan
cekatan jari-jarinya menggeser layar ponselnya. Kini di hadapannya terpampang
profil Sabdo Utomo namun minim informasi. Vebby lantas membuka semua foto-foto
yang ada di akunnya. Selain sejumlah foto bunga, ada pula foto pemandangan
alam, hewan, pepohonan, interaksi manusia, juga ada foto mengenai bangunan
bersejarah. Berkas foto dalam profilnya lumayan banyak, namun tak ada foto
profil si pemilik akun. Iseng-iseng Vebby menghitung banyaknya foto. Dan ,
tetaplah foto bunga yang terbanyak.
Dengan
seksama Vebby melihat ulang foto bunga yang baru saja di-posting Sabdo Utomo. Dahinya mengerut berusaha keras mengingat.
Sebelum ingatannya pulih mengenai foto bunga itu, ia mendengar suara
langkah-langkah mendekatinya. Buru-buru ia keluar dari aplikasi instagram dan
membuka whatsapp.
“Sayang, nanti kita jadi ya nonton pameran komputer di
Granci?” ajak Indra suaminya begitu berada di dekatnya.
Suara
langkah kaki yang didengarnya tadi adalah langkah-langkah suaminya. Sambil
mengajak menonton pameran mata suaminya sekilas tertuju pada ponsel Vebby.
Aplikasi instagram baru tertutup ketika Indra datang. Aplikasi whatsapp sebagai gantinya terpampang di
ponsel Vebby. Dari kerling mata, Vebby melihat ada tatapan curiga.
“Papa
mandi dulu sana?” Vebby menyuruh suaminya.
“Kita
mandi bareng yuk, Sayang?” ajak Indra sambil bibirnya menyudutkan senyum najkal
ke arah Vebby.
“Ihh,
papa genit,” sahut Vebby. Ia bergegas bangkit dari ranjang dan meletakkan
ponsel di meja yang berada di samping ranjang tidur mereka. Sesudahnya Vebby
berjalan menuju pintu keluar kamar.
“Kok
malah keluar?” teriak Indra begitu melihat istrinya berjalan ke arah pintu.
Sebelum mencapai pintu kamar, Vebby membalikkan badan. Rambut sebahunya tergerai
indah. Sambil tersenyum ke arah suaminya, ia mengerlingkan matanya. Vebby
keluar kamar.
Kerlingan
mata Vebby membuat senyum najkal Indra tambah lebar. Ia bergegas menanggalkan
pakaiannya menyisakan celana dalam bertuliskan ‘camar’. Ia menyambar handuk
yang sudah dibawanya dari luar kamar. Sayup-sayup Indra mendengar suara Vebby
memanggil Kinah, asisten rumah tangga mereka.
Kinah
mendatangi Vebby begitu namanya dipanggil. “Dik Sinai diganti pakaianya. Bapak
sama ibu mau ke pameran komputer, Sinai dan Kiara mau diajak. Kayaknya tadi
Sinai sudah mandi, kan?” Kinah mengangguk dan mengerti maksud Vebby. Ia segera
berlalu mencari Sinai. Dari tempatnya berdiri, Vebby melihat Sinai anaknya yang
masih duduk di kelas 3 SD, sedang asyik bermain kapal-kapalan di kolam belakang
rumah. Sekali lagi Vebby berteriak menyuruh Kinah ke kolam belakang.
Selanjutnya
Vebby mencari Kiara, anak sulungnya. “Kiara.., Kiara,” panggil Vebby. Baru pada
panggilan ketiga Kiara menjawab.
“Aku
di kamar, Ma!” sahut Kiara.
Vebby
melangkah menuju kamar Kiara. Didorongnya pintu kamar Kiara yang tidak tertutup
rapat. Pada pintu tertulis GENZESS ONE CHE. Stiker tempelan yang menunjukkan
kebanggaan Kiara sebagai anak kelas 1C SMP Kebangsaan.
“Sedang
apa, Nak?” tanya Vebby kepada Kiara. Sambil menoleh ke arah mamanya, melempar
senyuman, Kiara mengatakan kalau ia sedang mengerjakan tugas sekolah.
“Selesaikan
cepat atau kerjakan nanti bila belum selesai. Papa mengajak kita nonton pameran
komputer di Granci.” Senyum Kiara kian mengembang mendengar ia diajak ke
pameran komputer. Seingat dia, selain pameran komputer, di Granci juga ada
pameran kuliner.
“Kiara
sudah mandi?” tanya mamanya sekali lagi.
“Sudah
dong Ma! Sudah wangi. Aku tinggal ganti baju.”
Sambil
mengelus kepala Kiara, Vebby keluar dari kamar anaknya. Ia kembali berjalan
menuju kamarnya lagi. Sebetulnya ia enggan mandi bareng suaminya karena pasti akan
terjadi sesuatu saat mereka bersama. Tapi kalau mengingat tatapan curiga tadi,
mau tak mau Vebby harus meredam kecurigaan suaminya dengan mengiyakan ajakan
suaminya mandi bersama sore itu. Kerlingan matanya tadi sudah melebarkan
senyuman najkal suaminya apalagi ditambah mandi bersama. Vebby hanya menghela
nafas…..
Sesudah
berada di dalam kamar, segera ditutupnya pintu dan menguncinya, klik….
Ditanggalkannya semua pakaian kemudian membalut tubuhnya dengan handuk panjang
yang sudah dibawanya dari luar kamar. Pintu kamar mandi tidak tertutup rapat.
Terdengar gemericik suara air. Saat ia mendorong pintu kamar mandi, suaminya
sedang jongkok menggosok pinggiran bath
tube yang agak menguning. Indra
menengok sekilas. Ketika Vebby membuka balutan handuknya, Indra langsung
menyuruh Vebby menutup pintu kamar mandi.
“Pintu
kamar sudah kukunci kok, Mas,” kata Vebby tersenyum. Terdengar suara air yang
mengucur deras memenuhi bath tube.
Air sengaja dialirkan deras oleh Indra sehingga menimbulkan suara berisik di
kamar mandi.
***
Jarak
rumah menuju Gedung Granci sekitar 15 km. Jika ditempuh menggunakan motor hanya
butuh waktu 20—30 menit, sedangkan kalau naik mobil waktu tempuh menjadi lebih
lama, sekitar 1 jam. Tergantung ada kemacetan atau tidak di jalan.
Seperti
biasa, bila bepergian, Vebby duduk di baris tengah bersama Kiara. Sinai selalu
duduk di depan bersama papanya. Dalam perjalanan itu, Vebby melihat Sinai asyik
mengobrol. Entah apa yang sedang diobrolkan. Vebby sendiri selain diajak mengobrol
oleh Kiara, sesekali menengok ponselnya. Rasa penasaran pada sosok Sabdo Utomo
masih menghantui pikirannya. Dibukanya lagi instagramnya dan melihat lagi foto
bunga yang tadi di-posting Sabdo.
Vebby
memperbesar foto bunga tersebut. Matanya terbelalak begitu melihat inisial
‘velita’ ada dalam foto tersebut. Tanpa diperintah ia pun menarik nafas
panjang.
Ingatannya
langsung melayang pada Omo Soebdasah teman yang dikenalnya melalui pertemanan
di fesbuk, 1 tahun silam. Pria beristri dengan 4 anak yang tinggal di Brunei Darusalam.
Meskipun tinggal di Brunei, Omo adalah WNI. Ia di sana karena bekerja. Entah
bagaimana asal-muasalnya, Omo mengetahui kesukaannya terhadap bunga-bunga.
Lantas hampir tiap hari Omo mengirimi foto bunga kepada Vebby.
“Itu
bunga asli yang saya foto dari tempat tumbuhnya. Mudahan Vebby suka
menerimanya.” Itu kata Omo suatu ketika. Sepertinya, ia ingin memberitahukan
bahwa meskipun foto itu editan namun tetap difoto dari tempat tumbuhnya.
Setelah beberapa kali mengirimkan foto bunga, muncullah inisial ‘velita’
disetiap foto bunga hasil bidikan Omo.
“Kalau
boleh tahu apa maksud kata ‘velita’ pada setiap foto bunga yang dikirimkan
untuk saya,” tulis Vebby dalam chatting-nya kepada Omo.
Pertanyaan
itu lalu dijawab dengan gambar emoticon senyum atau tertawa. Namun tak urung
Omo menjawab juga. “Velita artinya vebby liliana jelita.” Mendengar jawaban
itu, hati Vebby berbunga-bunga persis seperti foto bunga-bunga yang dikirimkan
Omo. Namun Omo pintar menyamarkan sehingga
inisial ‘velita’ tidak terlihat dan diketahui orang lain. Hanya Vebby dan Omo
yang tahu. Hari-hari Vebby lantas tak pernah sepi dari kiriman foto-foto bunga.
Hidupnya penuh warna. Terkadang Omo menyelipkan kata-kata puitis yang bikin
hati Vebby meninggi ke atas.
“Emang
suami Vebby nggak pernah memberikan bunga?” tanya Omo suatu ketika.
“Hmm,
pasti yang diberikan suaminya bunga bank yang ada ditabungan.” Lama Vebby tak
menjawab pertanyaan Omo tersebut.
Ia
tahu persis suaminya bukan tipe pria romantis yang sering memberikan bunga
sebagai tanda cinta atau kasih-sayang. Kalau pun Vebby menerima pinangan Indra,
dulu, itu semata karena memang suaminya itu pria yang baik dan bertanggung
jawab. Rajin ibadah, sayang pada orang tua terutama kepada ibunya yang sudah
janda, juga menyayangi kedua adik perempuannya. Soal bunga menjadi tidak
penting bagi Vebby begitu ia tahu perilaku suaminya pada tiga perempuan
terdekatnya. Menghargai sepenuh hati tiga perempuan dekatnya. Itu sudah cukup
membuktikan keseriusan Indra, pikir Vebby.
Jantung
Vebby tiba-tiba berdetak lebih cepat ketika di suatu hari Omo menanyakan apakah
ia boleh bertemu Vebby? “Bulan depan kebetulan saya ditugaskan ke Medan,
Jakarta, dan Surabaya. Nanti kalau pas berada di Surabaya, saya akan mampir ke
Malang. Bolehkan mampir dan bertemu langsung?” Karena merasa tidak mungkin
menolak, ia pun mengijinkan Omo bertemu dengannya nanti.
Di
tengah lamunannya mengingat Omo, Vebby tidak sadar kalau suaminya memperhatikan
dari kaca spion dalam. Vebby tetap sibuk menelisik semua foto-foto milik Sabdo
Utomo, terutama foto-foto bunganya. Dan lagi-lagi semua foto itu berinisial
‘velita’.
***
Waktu
yang dijanjikan Omo akhirnya tiba. Ia sudah berada di Indonesia dan sedang
berada di Surabaya. Melalui pesan singkat, Omo memberitahukan posisinya. “Saya
dalam perjalanan menuju Malang. Kita akan ketemu dimana, Veb?” tanya Omo
melalui pesan LINE. Selain aktif chatting melalui messenger fesbuk, Vebby juga
memberikan ID Line-nya kepada Omo.
“Nanti
kita ketemu di Kafe Aabede, di daerah Dinoyo,” jawab Vebby. Baru menjawab itu
saja hati Vebby sudah bergetar. Jantungnya berirama halus namun cepat. Aku tidak punya perasaan apa-apa kepada Omo.
Kami hanya berteman dan tetap berteman apa pun yang terjadi. Tapi kenapa
perasaanku seperti ini, gumam Vebby lirih.
Vebby
mengingat itu semua sekian tahun yang lalu kala ia memperbolehkan Omo bertemu
langsung dengannya.
Perjalanan
menuju Granci menjadi lama karena terjadi kemacetan di beberapa ruas jalan.
Selama macet itu pula Vebby mengingat semua tentang Omo.
“Kemana
suamimu? Kok tidak diajak bertemu sekalian?” Itu yang diucapkan Omo begitu
mereka selesai bersalaman. Dengan menahan rasa hati yang berdebar, Vebby
menggelengkan kepalanya.
“Kebetulan
suami ada acara di Batu menemani anak-anak di sana,” jawab Vebby yang pastinya
bohong. Untuk mendapatkan izin pergi ke kafe, Vebby mengatakan ada reuni kecil
dengan teman SD-nya di Kafe Aabede. Indra pun mempersilakan istrinya pergi
berkumpul.
“Wah
ternyata velita benar nih?” puji Omo begitu berjumpa langsung dengan Vebby.
Tahu inisial yang biasa dituliskan Omo disebutkan, wajah Vebby merona. Ia
tersipu-sipu. Sementara dalam pandangan Vebby, Omo sosok pria dewasa yang sudah
matang. Meski sebetulnya usia mereka tidak terpaut jauh. Hanya karena Omo
menikah muda ia terlihat lebih dewasa.
Pertemuan
mereka nyaris 2 jam. Banyak cerita yang saling dikemukan, termasuk akhirnya Omo
tahu jika suami Vebby memiliki bisnis menjanjikan di Malang. “Ahh, sayang
sekali saya tidak bertemu Pak Indra. Kalau bertemu dengannya, saya bisa belajar
tentang bisnisnya. Kalau memang menjanjikan, saya mau ikut sharing modal.”
Vebby hanya mengangguk-angguk dan mengatakan kalau lain waktu pasti bisa
bertemu suaminya.
“Jika
berkesempatan ke Indonesia lagi, saya akan mampir ke Malang menemui Pak Indra.
Sampaikan salam hormat saya untuk beliau,” ucap Omo sebelum mengakhiri
pertemuannya dengan Vebby.
“Ohya,
kalau mau jalan-jalan ke Brunei, jangan sungkan, kabari saya ya…. Nanti pasti
akan saya pandu selama di sana.”
“Terima
kasih,” ucap lirih Vebby. Getaran masih terasa di dada Vebby. Kenapa denganku ini, keluh lembut Vebby.
Bersamaan ia melepas kepulangan Omo, ponselnya berdering.
“Mau
jemput sekarang, boleh kok, Mas…,” ucap Vebby menjawab telpon suaminya.
“Sebentar
lagi kami sampai situ. Nih masih di perempatan dekat kafe. Tunggu yaa….” Jantung Vebby nyaris copot mendengar perkataan
suaminya. Omo masih berjalan menuju parkiran kemudian terlihat menunggu mobil
sewaannya. Vebby sengaja tidak mengantar Omo sampai ke mobil. Ia tetap di dalam
kafe namun semua gerak-gerik Omo terlihat jelas dari dalam.
Babarengan
Omo masuk ke mobil sewaan, Indra bersama kedua anak-anaknya datang. Mereka
melewati mobil yang ditumpangi Omo. Dari dalam Vebby melihat semuanya.
Jantungnya berdebar kencang. Takut Indra mengetahui kalau Omo adalah tamunya
yang ingin bertemu. Tiba-tiba Vebby menggumam sendiri, “Bukankah keduanya tidak
saling kenal?” Seketika itu juga jantung Vebby mengendur detaknya. Terlihat
kedua anaknya masuk duluan ke dalam kafe.
Dua
minggu setelah pertemuan mereka ada yang aneh menurut Vebby. Omo tak pernah
menghubunginya. Pabila setiap hari ia selalu menerima kiriman foto bunga, ini
sama sekali tidak! Berulang kali Vebby mengirimkan pesan lewat messenger fesbuk
atau LINE, tetap saja pesannya tidak dibaca. Kemana Omo? Hati Vebby merasakan
sunyi. Candaan Omo, foto-foto bunga juga kalimat bersayapnya ternyata telah
menyamankan hatinya.
Vebby
mirip orang sakaw karena tidak nyabu atau nyuntik morfin. Gara-gara tak ada
kiriman bunga, dirinya kelimpungan. Kenapa
hidupku jadi tergantung kiriman bunga dari Omo? keluh Vebby. Ada apa dengan
diriku ini? Aku tak mau jatuh cinta lagi, jawab Vebby sendiri.
“Ma,
kita salat maghrib dulu di masjid dekat Granci, ya?” Suara suaminya membuyarkan
lamunan Vebby tentang Omo, tentang bunga, dan tentang instagram yang dilihatnya
tadi. Beruntung ia bisa menjawab dengan tenang.
Setelah
bersepakat akan magriban dulu sebelum ke Granci, Indra langsung mengarahkan
mobil ke masjid dekat Gedung Granci. Diam-diam, Vebby membuka lagi instagramnya.
Membuka lagi akun IG Sabdo Utomo. Ia penasaran kenapa Omo tiba-tiba muncul dan
berganti identitas. Kemana selama ini ia menghilang?
Vebby
lantas mengirimkan pesan langsung kepada Sabdo Utomo. Menanyakan kabar dan
menanyakan kemana saja selama ini. Hingga mereka selesai mengunjungi pameran
komputer, selesai makan jajanan kuliner di Granci, tetap saja Vebby tidak
mendapatkan jawaban dari Sabdo Utomo.
Vebby
makin penasaran, bingung, dan seperti kehabisan akal untuk mengorek keterangan
Sabdo Utomo yang diyakini adalah Omo Soebdasah, teman dumay-nya. Berulang kali
mengirimkan pesan langsung melalui IG dan messenger, tetap saja tiada berjawab
dari ybs. Meskipun merasakan sesuatu yang hilang, Vebby tidak mau kehabisan
energi hanya gara-gara Omo tidak membalas semua pesan langsungnya.
***
Hari
ini Indra akan bepergian ke Balikpapan dilanjut ke Tarakan. Ada bisnis yang
harus diselesaikan di dua kota itu. Saat suaminya mandi, Vebby membereskan
semua perlengkapan pribadi yang akan dibawa suaminya. Vebby menata pakaian dan
menyiapkan perlengkapan bisnisnya.
Ponsel
Indra tiba-tiba berbunyi.
Vebby
mengetuk pintu kamar mandi dan memanggil nama suaminya. “Pak Zarnubi telpon,
Mas!”
Pintu
kamar mandi terbuka sedikit. Kepala Indra menyembul. “Bilang Pak Zarnubi
ketemuannya di Bandara Djuanda saja. Nanti aku menyusul ke sana.” Indra
menyuruh istrinya untuk menyampaikan pesan itu.
Setelah
menyampaikan pesan suaminya kepada Pak Zarnubi, Vebby meletakkan ponsel Indra.
Tanpa sengaja ia menekan pesan masuk. Ada pesan masuk dari sebuah nomor tapi
sepertinya bukan nomor lokal. Nomor telepon itu berkode +673. Iseng dibukanya
nomor itu, mata Vebby terbelalak. Percakapan
dalam bentuk SMS terjadi antara Indra suaminya dan pemilik nomor +67315121970
Indra :
Apa maksud Anda mengirimi foto-foto bunga kepada istri
saya?
+673 :
Saya hanya memberikan semata-mata istri Anda penyuka
bunga-bunga. Apakah ini salah?
Indra :
Tapi saya tidak suka. Bagaimana kalau hal ini terjadi
dengan Anda? Istri Anda dikirimi puisi juga bunga-bunga ? Anda hanya diam tanpa
bereaksi?
+673 :
Wah, sangat kelewatan menuduh saya ada hubungan khusus
dengan istri Anda!!
Indra :
Nyatanya?
+673:
Tapi baiklah, saya akan mengakhir postingan, kiriman
foto bunga kepada istri Anda. Tidak masalah bagi saya karena niat saya tidak
untuk menggoda apalagi merayu istri Anda. Bukan tipe saya sekali. Maaf kalau
hubungan pertemanan saya dengan istri Anda mengganggu hidup Anda.
Vebby
tertegun membaca percakapan via SMS tersebut. Dari dalam kamar mandi ia masih
mendengar suaminya bernyanyi-nyanyi riang. Vebby kembali mencari tahu mengenai
SMS itu. Dan ia memperoleh jawabannya. Tanggal yang menunjukkan SMS itu tepat 2
minggu setelah ia dan Omo bertemu di Kafe Aabede. Vebby hanya bisa menghela
nafas panjang. Bagaimana mungkin suaminya sampai tahu nomor Omo? Bibir Vebby
mengatup erat, geram. Itu artinya Mas Indra membuka-buka ponselku, ucap lirih
Vebby.
Satu
hal yang tak pernah Vebby lakukan pada suaminya sejak pacaran hingga menikah,
membuka ponsel kecuali diminta. Ia sangat menghargai privasi suaminya meskipun
statusnya sudah menjadi istri sah. Ia memang berhak tahu semua namun ada
hal-hal tertentu yang dibiarkan menjadi area privasi. Untuk kedua kalinya Vebby
menghela nafas panjang. Dadanya sedikit sesak…..
“Maafkan
tindakan suamiku padamu. Aku sudah baca SMS kalian. Aku tidak pernah tahu hal
itu terjadi. Suamiku tak pernah cerita, tak pernah memarahiku. Maafkan suamiku,
Bang Omo,” tulis Vebby melalui instagram Sabdo Utomo, setelah suaminya pergi
menuju Bandara Djuanda.
Selang
beberapa menit kemudian, instagram Vebby menyala. Omo membalas cepat pesan
Vebby. “Tak apa. Aku mengerti sekali maksud suamimu. Memang tak perlu lagi
bunga kukirimkan.” Seperti yang sudah-sudah, Vebby hanya menghela nafas panjang,
tapi tiba-tiba bibirnya tersenyum.
Sebuah
foto yang mempertunjukkan hamparan bunga tulip yang menawan dan sebuah pesan
tertulis, “Groningen 2014 for velita".
~Osoeb~
~Osoeb~
Komentar
Posting Komentar