CERMIN PERTAMA: Pada Kios Sayur-Mayur Bu Yani
Aku terkejut, ketika sedang memilih sayuran, tiba-tiba didekati seorang wanita berparas ayu. Tidak hanya mendekat, tapi wanita itu juga menyentuh pundakku pelan. “Maaf Mas, kita pernah bertemu, kan?” sapanya sambil tersenyum. Aku tertegun melihatnya. Bingung sudah pasti. Dua hari yang lalu, katanya, dia bertemu denganku Sementara aku merasa tidak pernah bertemu dengannya. Kebingunganku terbaca olehnya.
“Masa nggak ingat bertemu saya 2 hari yang lalu?” ucapnya lagi. Aku semakin bingung. Hingga wanita itu mengatakan, “Kita bertemunya malam hari. Sekitar jam 9, jam 10, kalau nggak salah.” Di tengah kebingunganku yang menggelayut, Bu Yani berkata, “Mana ingat si Mas ini, Mbak!” Mata kami berdua seperti dikomando melihat ke arah Bu Yani. “Mbak ini melihat Mas e dalam mimpinya, 2 hari yang lalu.” Bu Yani melihat aku.  
“Ibu kok tahu mimpi saya?” tanya wanita itu heran. Bu Yani ditanya begitu hanya tersenyum.
“Mas, coba ingat! Empat hari yang lalu, sekitar jam 2 malam apa yang terjadi?” tanya Bu Yani padaku.
Aku lantas mengingat ada apa 4 hari lalu, jam 2 malam. “Masya Allah….” Kata itu yang keluar dari mulutku.
Empat hari ke depan akan Aku kirimkan seorang wanita untukmu tanpa pernah kau duga sama sekali. Itu bisikan dalam kalbu yang kurasakan malam itu, kala aku menghamba pada-Nya disepertiga malam. (251116)


CERMIN KEDUA: Doa Terkabul
Ya Allah, kapan Kau kirimkan belahan hati untukku? Mohon Djiwa dengan mata terpejam, dalam doanya yang ke-99 kalinya. Aamiin, Djiwa mengakhiri doanya dan membuka matanya. Ia pun bangkit bergegas keluar dari ruang dalam masjid, hendak bersepatu.
”Benar ini Mas Djiwa?” tanya seorang gadis berparas manis, yang seketika itu juga langsung menggetarkan jantung Djiwa. Mata Djiwa yang mengantarkan getaran itu. (241116)


CERMIN KETIGA: Perempuan Sibuk
Perasaan Said senang ketika Amara akhirnya mau menerima ajakannya. Sudah lama ia menantikan saat ini.
Mereka bertemu di Café Chimo, tak jauh dari kantor Amara. Ba’da isya Said mengatakan pada Amara untuk ketemuan di Café Chimo. “Terima kasih sudah mengundangku,” ucap Amara pertama kali setelah mereka bertemu. Said tersenyum dan mengangguk pelan. Makan dan minum pun mereka pesan sebagai teman mengobrol.
Sebagai sesama pencinta seni, menjumpai Amara adalah suatu keharusan. Selain sebagai pelakon seni, Amara juga memiliki jaringan yang luas ke banyak kolektor. Yang membuat Said tidak tahan pada Amara, kesibukannya sangat tinggi. Ia harus menyela waktu Amara hanya untuk chatting, menanyakan kapan bisa bertemu dan sesekali saling menyapa di kala senggang.
Amara terlihat antusias melihat foto dan catatan yang Said tunjukkan dari laptopnya. Ia mengangguk-angguk dan mengatakan siap membantu. “Saya senang sekali Amara mau membantu,” ujar Said sumringah.
“Untuk Mas Said apa sih yang nggak?” katanya tersenyum.
Meskipun mengobrol dengan Said, tapi matanya tetap mengawasi 2 gadget yang tergeletak di meja dan jari-jari tangannya siap mengeksekusi pesan. Sepanjang mereka bersama, tak sedetik pun mata dan jari-jari tangannya lepas dari kedua piranti canggih itu. Sebetulnya Said jengah. Pikirnya, kenapa sulit untuk berhenti sejenak. Bersamanya sementara waktu.
Sampai pada satu titik, Amara benar-benar minta waktu untuk mengangkat smartphone-nya. Ia pun bicara panjang. Sesekali tertawa lepas. Said merasa hanya menjadi bagian kecil Amara, sekarang maupun waktu-waktu sebelumnya. Said lantas bangkit. Dengan gerak bibir ia mengatakan hendak ke toilet kepada Amara. Hanya anggukan yang Said lihat. Said benar-benar berlalu dari meja pertemuan. Bukan menuju toilet tapi langsung menuju kasir. Ia bayar makanan dan minuman yang mereka makan sesudah itu langsung keluar dari Café Chimo. Meninggalkan Amara yang asyik berbicara entah dengan siapa.
Keluar dari Café Chimo, Said tidak langsung pulang. Ia arahkan motor menuju Warung Gaul Misburger. Memesan beef burger, kentang, dan secangkir kopi. Ia duduk memandangi sekeliling Misburger sambil menunggu pesanan datang. Tangannya iseng mengarahkan kamera handphone-nya.
Said tak sadar ada wanita duduk di hadapannya. Menumpang duduk karena sedang memesan burger. Sang wanita juga tidak mengira kalau dirinya terkena bidikan kamera HP milik Said. Said pun terkejut, agak tersipu ketika melihat hasil bidikan kamera HP-nya. Sosok wanita itu, tiba-tiba menjadi penyejuk dirinya yang barusan dibuat jengah dengan perilaku Amara.
Sebuah pemberitahuan masuk. “Mas Said, Mas dimana?” Pesan dari Amara masuk. Said hanya membaca pesan itu kemudian memandang wanita yang sudah meneduhkan hatinya malam itu. (261116)


Komentar

  1. Cerita pada tulisanku ini sangat pendek. Kuberi nama Cermin, alias cerita mini. Ada 3 cermin di edisi kali ini. Semoga berkenan membacanya...

    BalasHapus
  2. Siip... Saya mau dong di-tag lagi kalo share cerpen atau cerminnya. Sukaaa dengan tulisan Mas Adit. Makasih Mas...

    BalasHapus

Posting Komentar

Postingan populer dari blog ini

PIYAMBAKAN

SENGAJA DATANG KE KOTAMU

KIRIMI AKU SURAT CINTA