MERETAS
#LAYUNG
Sabtu siang, sepulang dari kantor,
dan setelah makan siang, Layung mendekam di kamarnya yang sejuk. Sementara di
luaran sana, terik matahari bagai ingin melumerkan isi kepala.
Siang itu rumah terasa sepi. Kedua
orang tuanya berkunjung ke rumah pakdenya, Pakde Narendra, bersilahturahmi
sekaligus hendak mengundang hadir dalam pernikahan Layung bulan depan. Seperti
pesan yang dikirimkan mamanya, keduanya baru akan pulang ke rumah nanti malam.
Rumah kian terasa lengang dan sepi karena Cempaka adik bungsunya asyik
berkhayal di depan laptopnya, di dalam kamarnya. Pantang bagi Layung mengganggu
konsentrasi adiknya itu yang sedang berusaha menyelesaikan novelnya. Biasanya,
siang sepulang kantor, Layung sering ditemani ngobrol Naira kakak pertamanya.
Namun semenjak suaminya dipindahtugaskan ke Vietnam, ia ikut menemani ke sana
bersama kedua anaknya.
Sambil tiduran Layung melihat
kembali dummy undangan pernikahannya
dengan Condro Laksono. Undangan pernikahannya itu kini sedang dalam proses
cetak. Bulan depan, Kamis 29 Juni, sesuai kesepakatan keluarga, ia akan
melangsungkan pernikahan dengan pria yang sudah dipacarinya 2 tahun terakhir
itu. Bibirnya tersenyum membayangkan hari bahagia nanti. Namun senyumnya
mendadak berhenti begitu mendengar suara getaran dan dering pesan masuk di Samsung Galaxy A7 –nya. Terlebih setelah
membaca pesan masuknya. Dahinya mengerut, wajahnya mendadak suram.
Condro, calon suaminya, mengomentari
3 foto yang disertakan dalam pesannya siang itu. Ini maksudnya apa yaa? Tulisan itu tertera di bawah 3 foto yang
sudah dibingkai secara collase oleh
Condro. Layung menarik nafas panjang menyaksikan foto yang dikirimkan calon
suaminya. Belum habis keterkejutannya melihat ketiga foto itu, ponselnya sudah
melagukan Ini Cinta-nya NOAH yang ia
pasang sebagai dering untuk Condro. Lama Layung tertegun memandangi ketiga foto
dirinya yang berpose tanpa mengenakkan hijab. Tiga foto yang dilakukan swafoto
di dalam kamarnya, hanya memakai tank-top
dan celana hotpant. Dengan hati-hati
digesernya penunjuk di ponselnya supaya bisa menerima panggilan dari Condro.
Terdengar kata assalamu’alaikum lembut,
namun sesudahnya tanpa bisa menyela bicara, ia mendengarkan kata-kata Condro
yang keras ditelinganya.
“Aku betul-betul minta maaf, Mas! Aku
tidak pernah membagikan foto-foto itu kemana pun. Dan aku pun tidak tahu kenapa
foto-foto itu sampai bisa beredar di dunia maya.” Layung menghiba. Mohon maaf kepada calon suaminya. Sementara di seberang
sana, hanya suara membisu tanpa suara yang Layung rasakan dan dengarkan.
“Mas…. Mas Condro,” sekali lagi
Layung memanggil nama kekasih hatinya itu. Tetap tanpa suara dari ujung
ponselnya. Layung sudah kehabisan akal harus berkata apalagi supaya Condro
mengerti bahwa itu bukan ulahnya. Membagi 3 foto yang selayaknya hanya menjadi
konsumsinya dan Condro ketika kelak sudah resmi menjadi suaminya.
Terdengar desah nafas panjang yang
keluar dari mulut Layung. Ia kini ikut diam. Membiarkan ponselnya tetap tersambung
dalam diam. Pikirannya berkecamuk antara malu foto-foto seksinya tersebar juga
berpikir keras bagaimana mungkin foto-foto yang pernah dibuatnya itu bisa ada
di dunia maya. Padahal foto-foto yang barusan diperlihatkan Condro ada dalam
berkas tersembunyi di dalam laptopnya.
“Aku percaya padamu,” terdengar
suara Condro memecah kebisuaan antarmereka. “Tapi aku kecewa dan malu melihat foto-fotomu itu.
Aku sebagai calon suamimu saja tak pernah tahu bagaimana keadaan aslimu, kini
seantero jagat dumay tahu bentuk
aslimu.” Kemudian terdengar desahan perlahan. Sebelum Layung berkomentar lebih
ia mendengar ucapan ‘assalamu’alikum’
dan komunikasi mereka pun terputus.
“Walaikumsalam,
Mas….” Hanya itu yang bisa Layung ucapkan ketika sambungan telepon sudah
terputus. Kini ia hanya bisa masygul menyaksikan 3 fotonya yang tak pernah
terpikirkan akan terumbar di dunia maya. Oleh siapa dan apa alasannya? Layung
kembali memejamkan matanya. Kepalanya berdenyut-denyut cepat. Aliran darah
sepertinya bergerak cepat ke arah kepalanya. Hampa harapannya ingin
mempersembahkan tubuhnya kepada suaminya di malam pertama nanti. Ia sangat berharap
suasana romantis akan tercipta saat secara perlahan suaminya membuka gaun
pengantin dan hijabnya. Kini yang terdengar hanya isak tangisan di kamar Layung
dan rasa penyesalan.
***
#DARKO & SARDI
RABU
SIANG di ruang baca perpustakaan daerah, Darko mengutak-atik notebook-nya. Siang itu ia menemani
Sardi temannya yang sedang mencari materi untuk tesisnya. Di seberang Darko
duduk, ada seorang gadis yang juga sedang asyik mengetik di laptopnya. Di
samping laptopnya tergeletak beberapa buku. Mungkin buku-buku referensinya. Itu
terlihat dari beberapa kali ia membaca buku-buku yang menemaninya itu.
Sardi masih mencari buku yang
diperlukan di rak buku, yang letaknya tak jauh dari tempat mereka duduk. Sesekali dua kali, Darko tersenyum. Tangannya
bahkan beberapa kali dikepalkan. Menunjukkan ia berhasil mengerjakan sesuatu di
notebook-nya. Sardi yang sudah
menemukan buku yang dicarinya, datang mendekat. Langsung dilihatnya apa yang sedang
dikerjakan sahabatnya itu. Bibirnya sedikit mencibir setelah melihat apa yang
dikerjakan Darko.
“Komen status fesbuk ajjah kok seneng banget, Dar?” ujar Sardi sambil
menghempaskan bokongnya di kursi. Darko tak menggubris ucapan Sardi.
Jari-jarinya tetap lincah menari di atas tuts notebook.
“Sebentar lagi kau bakalan memujiku
hebat,” bisik Darko mendekati tubuh Sardi. Lagi-lagi Sardi hanya menaikkan
ujung bibirnya, mengejek. Darko kembali terlihat mengetik sesuatu di notebook-nya. Akhirnya dari mulut Darko
keluar kata ‘YES’. Sardi langsung meletakkan telunjuknya di depan bibirnya.
Menyuruh Darko tidak berisik.
“Kemarilah! Sini, buruan lihat ini!”
Ajak Darko kepada Sardi. Suaranya lirih. Sebuah desahan pelan keluar dari mulut
Sardi sebelum ia bergerak mendekati notebook
Darko.
Sepenglihatan Sardi, notebook Darko masih menampilkan layar
fesbuk seperti tadi. Ia menunjuk ke layar seraya mengatakan, “Apa ini?” Darko
minta Sardi tenang sambil menyuruhnya terus melihat apa yang terlihat di layar notebook. Setelah memindah-mindahkan
layar dan mengetik beberapa kalimat, muncullah di layar notebook Darko beberapa berkas.
“Coba kamu perhatikan!” perintah
Darko pelan. Sardi mengamati sungguh-sungguh apa yang ditunjukkan sahabatnya
itu.
“Ini isi fesbuk gadis di depan kita.” Dahi Sardi mengerut kecil tanda tak
percaya.
“Ini isi laptopnya. Coba kamu
perhatikan!” perintah Darko dengan suara lirih. Beruntung orang yang duduk
semeja dengan mereka menyudahi aktivitasnya. Ia bangkit dari situ serta
terlihat meninggalkan perpustakaan. Dengan begitu, Darko leluasa menjelaskan
hasil temuannya kepada Sardi. Mendapat penjelasan dari Darko, Sardi langsung
mengamati yang barusan dijelaskan tadi.
“Gila! Kamu bisa masuki laptop gadis
itu?” Mata Sardi terbelalak. Nyaris tak percaya namun nyatanya Darko berhasil
memasuki laptop gadis yang duduk di depan mereka.
“Bagaimana mungkin kamu bisa meretas
laptopnya?” Bisik Sardi. Matanya masih
membelalak. Sejurus kemudian terdengar tawa ringan dari mulut Darko.
“Percayakan sekarang kalau aku hebat
dan mampu menembus laptop orang lain?” Sardi hanya menggeleng-gelengkan
kepalanya. Sardi makin tertarik ingin melihat apa yang akan ditunjukkan Darko
kemudian.
Laptop yang bisa dimasuki Darko
ternyata tidak berisi apa-apa. Hanya berkas-berkas catatan keuangan sebuah
perusahaan. Mungkin itu harta yang paling berharga bagi si pemilik laptop.
Setelah mengulik catatan keuangan, Darko membuka sebuah berkas berisi kumpulan
lagu-lagu yang jumlahnya banyak. Setelah puas melihat daftar lagu-lagu di
laptop itu, buru-buru Darko menutup berkas lagu itu. Ia kembali membuka berkas
lain. Sebuah folder bernama Lembayung
Kemuning di-klik Darko.
“Waoow, banyak banget foto-fotonya,”
ujar Sardi yang kursinya langsung digeserkan mendekati Darko. Folder yang telah
dibuka Darko berisi banyak foto gadis manis berhijab. Darko meng-klik salah
satu foto, memperbesar, kemudian matanya mengarah ke gadis yang ada di depan
mereka. Kepalanya menggeleng.
“Ini bukan foto dia,” kata Darko.
Sardi sependapat. Kepalanya mengangguk.
Ada banyak sub-folder di dalam
folder Lembayung Kemuning tadi.
Masing-masing sub-folder diberi nama. Darko kemudian meng-klik satu per satu
sub-folder itu. Rata-rata isinya memang pose dari banyak kegiatan yang
dilakukan gadis manis berhijab tapi bukan yang sedang duduk di depan mereka. Pada
sub-folder family barulah Darko
menemukan tampang gadis yang ada di depan mereka. Ia pun mengangguk serta
memberitahukan hal itu kepada Sardi. Ternyata, gadis yang ada di depan mereka
masih bersaudara dengan Lembayung Kemuning. Menurut perkiraan Darko, gadis di
depan mereka itu mungkin menggunakan laptop milik Lembayung.
Dan pada saat gadis itu sedang
berhenti mengetik, kemudian membaca sebuah buku, dengan sigap Darko langsung
mengetikkan sesuatu di notebook-nya. Sardi
menatap dengan serius apa yang sedang dikerjakan Darko. Rupanya ia ingin
mengetahui apa yang sedang dikerjakan gadis itu di perpustakaan. BINGO!! teriak
pelan Darko.
Darko langsung tahu kalau gadis yang
sedang membaca dan duduk di depan mereka bernama Cempaka Puti Khaiza. Dia seorang penulis Sar, kata Darko. Dia
sedang mengerjakan sebuah tulisan. Kalau melihat begitu panjang tulisannya, ia
tampaknya sedang menulis novel, tambah Darko lagi. Sardi manggut-manggut
kemudian mengatakan ‘hebat’ kepada Darko.
“Rupanya kamu peretas, ya? Kenapa
aku baru tahu sekarang?” tanya Sardi masih tak percaya.
“Tapi jangan merusak punya orang
lain, lho!” Mendengar kata-kata Sardi itu Darko hanya tersenyum seraya
kepalanya menggeleng.
Sardi kembali melihat Darko mengulik
isi laptop milik Lembayung. Darko sangat yakin, laptop itu milik Lembayung
Kemuning. Dan tak ada hal yang aneh dalam laptopnya. Isi laptopnya standar
saja: berkas-berkas kerja, power point
berisi presentasi, berkas PDF, beberapa berkas words dan excel, lagu-lagu,
foto-foto, dan beberapa games pilihan. Sub-folder terakhir berjudul “Layung”.
Darko langsung meng-klik sub-folder itu dan kembali mendapatkan foto-foto
Lembayung yang bejibun. Posenya juga pose-pose santun. Berhijab dan dengan
banyak objek. Tampaknya gadis bernama Lembayung ini suka difoto baik foto
sendirian-selfie- maupun foto
bersama-sama. Secara acak dan iseng belaka, Darko membuka foto-foto itu.
NICE
PICTURE !!
Di
situ juga banyak foto-foto perjalanan, petualangan juga sekedar hangout di beberapa tempat rekreasi.
Sardi sudah kembali menduduki kursinya, melanjutkan tugas mencari materi
tesisnya. Ia biarkan temannya itu meretas laptop Lembayung.
Darko kembali menelusuri isi laptop
Lembayung. Semula ia tak tertarik membuka berkas excel karena pikirnya pasti hanya berisi tabel, data-data keuangan,
mengingat Lembayung sepertinya bekerja di sebuah perusahaan finance. Namun jiwa peretasnya muncul.
Lalu sekedar iseng ingin tahu ia pun membuka berkas excel tersebut. Walhasil, yang ditemukan memang hanya deretan
berkas-berkas keuangan semata. Darko meng-klik sebuah berkas bernama TAX dan
ketika terbuka memang isinya rekapitulasi pembayaran pajak juga Bukti Pemotongan Pph 21 dari banyak
personal.
Bukti pemotongan Pph21 oleh
Lembayung dinamai masing-masing personal. Iseng-iseng lagi Darko menghitung
jumlahnya. Ada 25 nama yang tertera. Satu nama dibukanya: Deasy, dan terlihat bukti pemotongan Pph21-nya. Darko
tersenyum. Ia kemudian menggeser ingin melihat yang lainnya. Matanya tertuju
pada sebuah nama yang menurutnya unik; LEMKU. Darko kemudian meng-klik LEMKU.
Dan matanya terbelalak kaget. Beberapa detik terdiam, Darko kemudian menyeru
Sardi yang ada di sebelahnya. Sardi pun mendekati Darko. Matanya pun ikutan
membelalak. Tidak menyangka, tidak mengira berkas ‘bukti pemotongan Pph21’
ternyata berisi 3 foto. Darko dan Sardi mengamati ketiga foto itu seksama
dengan mulut setengah melongo. Gumaman
Sardi terdengar: Ini foto Lembayung Dar. Sambil
masih melongo Darko mengangguk. Ckckckckck…. Mereka tidak menyangka
ternyata mereka menemukan bentuk asli Lembayung yang tak berhijab. Mata najkal kedua pria itu tak mau lepas dari
layar notebook.
“Sar, ini foto baru. Lihat tanggal
postingannya!” Sekali klik oleh Darko, Sardi langsung tahu bahwa 3 foto itu
memang baru diposting hari Minggu kemarin.
“Fresh
from camera. Selfie memakai
kamera ponsel nih!” tambah Darko. Sardi langsung manggut-manggut.
“Sar, nih cewek pasti tidak
menyangka fotonya bakal dilihat orang lain. Dia cerdas banget, menyimpan foto seksinya
di berkas yang kira-kira kalau orang lain membongkar tidak akan menemukannya.
Aku sendiri juga tidak menyangka kalau LEMKU itu bukan berisi bukti pemotongan
Pph21.” Mendengar pernyataan Darko, Sardi hanya mengangguk. Matanya masih saja najkal melihat foto-foto seksi Lembayung.
Sebetulnya juga, ketiga foto itu
masih terbilang wajar. Bukan foto syuur maupun bugil. Hanya menjadi kontras
apabila melihat kebanyakan foto Lembayung yang sopan dan santun-santun.
Berhijab, memakai baju yang tertutup. Adapun ketiga foto yang mereka temukan,
hanya ber-tank top serta bercelana pendek
ketat. Hotpant, biasa anak gaul
mengatakannya. Dan ketiga foto itu dijepret dalam waktu yang sama. Hanya gaya
Lembayung saja yang berbeda dari masing-masing fotonya. Sardi tiba-tiba melihat
pergerakan cepat tangan Darko yang meng-copy
ketiga foto itu dan mem-paste-kannya
ke sebuah folder di notebook-nya.
“Mau kamu apakan foto-foto itu,
Dar?” tanya Sardi begitu melihat temannya itu melakukan copy-paste. Senyum dikulum saja yang membentuk bibir Darko.
“Jangan kamu sebarkan foto-foto itu,
Dar! Kasihan dia kalau sampai foto itu tersebar.” Senyum dibibir Darko belum
berubah. Tak urung ketika Darko memindahkan ketiga foto itu ke notebook-nya Sardi ikut melihat lagi.
Sebuah dorongan pelan dari tangan Darko mengenai wajah Sardi. “Masih takjub
juga, kan, kamunya?” Terdengar
keduanya kemudian tertawa lirih.
Tanpa mereka sadari, sepasang mata
mengawasi dari belakang. Seseorang itu duduk berjarak 1 meja dengan mereka.
Semua pergerakan yang dilakukan Darko diperhatikan dengan seksama. Bahkan suara
lirih Darko terdengar oleh telinga seseorang itu.
“Sar, ada yang coba meretas ketiga
foto Lembayung. Kamu lihat orangnya ?”
Sardi menolehkan kepalanya,
pura-pura, seakan ia sedang mencari petugas perpustakaan. Selayang
pandangannya, Sardi tidak menemukan pergerakan yang mencurigakan. Sementara
itu, Darko berusaha keras memblokade seseorang yang berusaha meretas ketiga
foto Lembayung dari notebook-nya. Oleh karena Darko berusaha mematikan sambungan
ke laptop yang dipakai Cempaka, menyebabkan
ia terlambat mengamankan ketiga foto Lembayung. Terdengar suara ‘Ahhhh’ panjang namun pelan
juga suara meja digebrak. Beberapa pengunjung perpustakaan menoleh ke arah meja
Darko dan Sardi. Darko yang menjadi pusat perhatian langsung bereaksi cepat
seakan notebook-nya sedang
bermasalah.
“Ahhh, belum disimpan keburu lowbat nih notes,” ungkap kecewa Darko, berusaha mengalihkan pandangan
pengunjung perpustakaan. Sardi yang tidak mengetahui pura-puranya Darko
mendekat. Sebelum sempat ia bertanya, Darko sudah menanyakan apakah ia membawa charger laptop. Ditodong begitu, Sardi
makin bingung. Sampai akhirnya ia sadar kedipan mata Darko. Tangannya bergerak
cepat menutup notebook. Darko
terdiam, kepalanya ditundukkan rapat dengan meja di depannya. Setelah
menggeletakkan kepalanya di meja, ia mendirikan kepalanya lagi kemudian menulis
pada secarik kertas yang ada di hadapannya. Diberikannya kertas itu kepada
Sardi. Anggukan lemah terlihat dari kepala Sardi. Sebuah gerakan mengelabui
dilakukan Sardi. Diambilnya buku referensi yang tadi tergeletak kemudian
diberikannya kepada Darko. Mereka kemudian larut dalam diam sambil membaca buku
masing-masing.
Dalam diam membacanya, mata Darko
terus mengawasi pengunjung yang berada di perpustakaan. Setelah 15 menit
berlalu, tak ada seorang pun yang beranjak ke luar. Adapun yang masuk, sudah
beberapa orang dan langsung beraktivitas masing-masing. Di saat Darko dan Sardi agak blingsatan mencari seseorang yang
berhasil meretas 3 foto Lembayung, seseorang yang dicari itu justru sedang
tersenyum ringan. Dan Darko dan Sardi tidak menyadari sama sekali seorang pria
yang ada di belakang mereka.
***
#LAYUNG & CEMPAKA
Setelah sabtu siang Layung menerima
3 foto tak senonohnya dari Condro, calon suaminya, ia tak bisa memejamkan mata
hingga sore. Bahkan azan asar dari masjid yang tak jauh dari rumahnya pun,
kumandangnya tak terdengar. Cempaka sampai harus mengingatkannya salat. Selesai
salat asar Layung mohon ampun pada Allah, kemudian merutuki dirinya yang terlalu
berani membuat selfie seksi itu. Niatan awalnya hanya sekedar iseng
dan diyakininya sudah tersimpan rapi tanpa diketahui orang lain. Namun nyatanya
3 foto seksinya justru beredar di dunia maya.
Berulang kali ia menghubungi Condro,
tak satu pun telponnya dijawab. Ia pun lantas memberanikan diri mengirimi
pesan. Hingga maghrib pesan yang dikirimkannya juga tak dijawab Condro.
Meskipun benaknya diliputi pikiran tak menentu, ia memutuskan tidak akan
mengirimi pesan dan menelpon Condro sementara waktu. Otaknya berputar keras
supaya kedua orang tuanya maupun kedua calon mertuanya jangan sampai mengetahui
3 foto seksinya beredar. Nyut-nyut dikepalanya kembali menyerang. Selepas isya,
ia memberanikan diri menceritakan perihal 3 fotonya kepada Cempaka.
“Ya ampun, Mbak??” Komentar tak
percaya Cempaka. “Bisa-bisanya Mbak Layung buat foto kayak gitu?” Terdengar
desahan nafas panjang Cempaka. Mendapat komentar Cempaka, air mata Layung
langsung mengalir membasahi pipinya. Cempaka yang melihat kakaknya menangis
tiba-tiba, tak sampai hati melihatnya. Ia rangkul kakaknya serta mengumbar rasa
sayangnya dengan mengelus-elus pundaknya.
Disela-sela tangisnya. Di antara
kesedihan yang melanda karena sampai malam Condro belum menghubunginya apalagi
membalas pesannya tadi sore. Layung berusaha mengingat-ingat beberapa kejadian
seminggu sebelumnya. Sambil menyeka air matanya yang mulai berkurang, Layung lantas
teringat Cempaka pernah meminjam laptopnya. Langsung ia tanyakan pada adiknya.
Penjelasan detil soal laptopnya yang dipinjam, bisa Layung terima. Dari
penuturan Cempaka tidak ada sesuatu yang ganjil selama laptop itu dipinjam
adiknya.
“Selama aku di perpusda, laptop sama
sekali tak pernah kutinggalkan. Terlebih aku juga tidak tahu dimana Mbak Layung
simpan foto-foto itu.” Layung terdiam mendengarkan penjelasan adiknya. Dan ia
sama sekali tidak bermaksud menuduh adiknya sebagai biang kerok tersebarnya foto-foto
seksi itu. Layung kembali diam. Mencoba berpikir lagi tentang segala kemungkinan
mengenai foto-fotonya. Tangannya yang sedari tadi memegang ponsel, -menunggu
panggilan dari Condro-, langsung membuka akun fesbuknya. Matanya seketika sayu
ketika melihat akun fesbuknya. Terlebih banyak notifikasi masuk ke ponselnya.
Di kronologis fesbuknya ternyata sudah banyak pertanyaan dari teman-temannya
yang menanyakan kebenaran foto-fotonya itu. Belum lagi yang bertanya melalui
jalur pribadi di messenger maupun bbm dan whatsapp. Secara tak sengaja Layung membuka akun fesbuk Cempaka.
Dadanya seketika bergemuruh karena mendapatkan 3 fotonya itu muncul. Ia menarik
nafas panjang, mengeluarkan pelan juga demi menjaga ketenangan detak jantungnya
yang terus bergemuruh. Cempaka malam itu belum membuka fesbuknya. Dengan
perasaan malu, enggan, ia sodorkan ponselnya kepada Cempaka. Memperlihatkan apa
yang telah terjadi di medsos Cempaka dan dirinya. Gantian Cempaka yang menarik
nafas panjang begitu melihat foto-foto kakaknya itu.
“Aku tak pernah mengirimkan ketiga
foto itu kemana pun. Pasti fesbukku sudah disusupi hacker,” keluh Layung dengan raut wajah sedih. Cempaka tak sampai
hati melihat kakaknya begitu. Ia hanya bisa merangkul dan mengelus pundak
kakaknya untuk kedua kalinya. Semuanya sudah kepalang terjadi. Ketiga foto seksi
Layung tersebar bebas ke semua teman Layung yang masuk dalam pertemanan
fesbuknya. Malam itu, Layung ambruk di pangkuan Cempaka.
***
#DARKO
Darko merasa bersalah begitu melihat
ketiga foto yang diretasnya muncul di fesbuk milik Cempaka Pukhaiz, Jumat malam menjelang Sabtu dini hari. Ia
mengetahui nama Cempaka dari akun fesbuk Lembayung. Darko sudah melihat fesbuk
Lembayung. Dia tak menemukan ketiga foto itu. Artinya, peretas yang mengambil
ketiga foto itu saat di perpusda, langsung membobol akun fesbuk Lembayung dan
menyebarkan ketiga foto itu. Semua pertemanan Lembayung secara otomatis
langsung menerima ketiga foto seksi itu. Darko tak mengerti mengapa peretas itu
tega menyebarkan ketiga foto itu melalui medsos Lembayung. Hatinya sangat
bergemuruh mengetahui hal itu. Ia sangat menyesal sekali tidak bisa memblokade
ketika peretas di perpusda memasuki notebook-nya.
Upayanya agar ketiga foto itu tidak menyebar sia-sia.
Iseng-iseng lagi, ia membuka
instagram Lembayung. Darko hanya bisa terperangah. Foto-foto itu sudah muncul
di IG. Lembayung ternyata medsos minded. Semua
akun medsos-nya terbuka dan boleh dilihat siapa pun. Dan ia menayangkan semua
medsos-medsos-nya di fesbuk miliknya. Terdengar desahan nafas panjang Darko
menyaksikan buah dari keusilannya gegara meretas laptop Cempaka, yang ternyata
laptop milik Lembayung kakaknya. Darko membuka lagi fesbuk Lembayung. Ia
melihat beberapa foto mesra Lembayung dengan seorang pria. Dari beberapa komen
yang dibacanya, ternyata pria itu adalah calon suami Lembayung. Di salah satu
foto yang ada, Lembayung memamerkan foto lamarannya. Pria itu melamar Lembayung
pada 25 Desember tahun kemarin. Darko terus menelusuri pria itu. Dari
komen-komen yang ada, tahulah Darko jika pria itu bernama Condro Laksono. Darko pun buru-buru membuka akun fesbuk Condro.
Kepalanya lagi-lagi menggeleng. Tentunya calon Lembayung itu syok melihat calon
istrinya berpose tak sedap begitu. Beredar luas pula di medsos. Astagaaa. Astaghfirullah…. Kenapa ada orang setega itu?, gumam Darko.
Dengan lincah jari-jemari Darko
langsung bermain di atas tuts notebook. Ia
coba memasuki akun fesbuk Cempaka. Ingin mencoba menghapus ketiga foto
Lembayung. Beribu cara pintarnya untuk menghapus foto-foto itu tak berbuah
apapun. Kali ini giliran ia menerobos fesbuk Condro. Tak bisa juga ia
menghapusnya. Ketiga kalinya, Darko mencoba meretas akun fesbuk salah satu
teman Lembayung yang sedang aktif. Nihil. NOL. Tetap tak bisa menghapus ketiga
foto itu. Darko kembali masuk ke dalam fesbuk Lembayung. Ia mendapati banyak
pertanyaan mengenai foto-foto itu, dari teman-teman yang menjadi pertemanan
Lembayung. Bahkan, dalam messenger pun
semua menanyakan foto-foto itu. Darko hanya terdiam menyaksikan itu semua.
Otaknya buntu, tak bisa mengolah pikir apapun untuk membantu Lembayung. Dibiarkan
notebook-nya menyala sambil tetap
berada secara aktif di fesbuk Lembayung. Ia ingin tahu apakah ada peretas yang
akan masuk. Peretas yang sudah menyebarkan foto-foto Lembayung.
Jari-jarinya langsung menekan nomor
HP Sardi sahabatnya, yang kemarin ia temani di perpusda. Dari obrolannya, Sardi mengusulkan supaya
Darko membuat pernyataan, seolah-olah itu perkataan Lembayung. Pernyataan yang
mengatakan bahwa akun fesbuknya telah diretas dan memberitahukan juga bahwa
ketiga foto itu adalah rekayasa semata. Menurut perkiraan Sardi, biar si
peretas foto-foto Lembayung membaca dan ikut berkomentar apabila Darko membuat
pernyataan seperti itu.
“Kalau memang harus prang cyber, ladeni saja, Dar!” saran
Sardi.
“Prang cyber di lapaknya Lembayung?”
Kata YA, tegas dijawab Sardi dari
seberang sana. Meskipun belum yakin, Darko mulai memikirkan kemungkinan prang
tersebut. Mencoba adu peruntungan melawan hacker
yang sudah membikin malu Lembayung. Sekaligus juga sebagai penebusan dosa
perasaan bersalahnya kepada Lembayung dan Cempaka. Setelah menutup pembicaraan,
sambil masih menyaksikan notebook-nya
menyala, Darko mulai memikirkan saran Sardi tadi. Jari-jemarinya kemudian mulai
mengutak-atik akun fesbuk Lembayung.
***
#CONDRO LAKSONO
Condro rebahan. Untuk menenangkan
pikiran ia sengaja menginap di hotel. Ia tak mau diganggu pertanyaan ini-itu
dulu. Beruntung, kedua orang tuanya belum mengetahui foto-foto seksi calon menantunya.
Kalau pun tahu, pasti juga tidak mengira itu Layung. Sambil rebahan di kamar hotel,
ia buka lagi foto-foto calon istrinya: Lembayung Kemuning, yang kemarin berpose
seksi dan t’lah mengheboh di medsos. Lama ia memandangi ketiga foto itu, yang
diperolehnya dari kiriman temannya yang tak sengaja mengomen sebuah status di
fesbuknya. Temannya terkejut mendapatkan ketiga foto itu di lapak fesbuk
Condro. Ia spontan mengirimkan ketiga foto itu karena pengirimnya Lembayung
Kemuning, yang dikenalnya sebagai kekasih Condro.
“Ini kenapa Mbak Layung ngirim kayak beginian di fesbukmu, Ndro?”
tanya temannya ketika mengirimkan foto-foto itu lewat whatsapp. Rupanya si teman itu tidak mengetahui kalau ketiga foto
itu adalah Layung. Memang tidak semua menyadarinya. Mengingat selama ini Layung
identik dengan tampilan sopan. Berhijab dan menggunakan busana muslim yang
semestinya. Tak pernah ada yang tahu wujud asli Layung seperti apa?
Sekali lagi dipandangi foto-foto
Layung. Sebentuk senyum yang tak lebar dibibirnya, menyungging. Condro tak bisa
menampik bahwa pose itu menampakkan keseksian calon istrinya. Sejak
mengenalnya, memacarinya hingga memutuskan akan menikahinya, Condro tidak pernah
melihat Layung tanpa hijab maupun tak berbusana bukan busana muslim. Kelebatan
pikiran dan tatapannya itu mendadak terhenti, digantikan ucapan ‘astaghfirullah’ berulang-ulang. Ia pun
buru-buru menutup tampilan ketiga foto itu tanpa bermaksud menghapusnya dari
ponselnya. Terdengar desahan nafas panjang sesudahnya. Sayangnya, bukan
ketenangan yang didapatkan setelah menutup foto-foto Layung. Justru bayangan Layung yang seksi berklebatan
dalam matanya yang terpejam. Pesona Layung yang tak pernah dilihat sebelumnya
trus membayangi benak Condro. Pikirannya mulai teracuni. Dan ketika ia paksakan
matanya terbuka, ia kembali berucap ‘astaghfirullah’.
Ampunilah aku ya Allah, ampunilah aku ya
Allah, ujar Condro. Dadanya yang mendadak bergemuruh gara-gara pose Layung
itu, berangsur berkurang gemuruhnya, karena pikiran negatifnya mulai diterjang
pikiran-pikiran positif. Namun tiba-tiba, dalam batinnya, Condro berkata sendiri
kalau foto-foto itu bukan foto tak senonoh. Tak ada kebugilan di situ. Ya,
Layung bukan berpose bugil atau menampakkan anggota tubuh terlarangnya. Ia
hanya memakai tank-top ketat dan ber-hotpant.
Hanya itu saja. Memang pada akhirnya, lekuk tubuh calon istrinya itu
terlihat bentuknya. Dada yang membusung, perut yang langsing, dan bokong yang
menonjol indah. Semuanya tetap terbalut kain. Apabila yang melihat foto-foto
itu meletakkan pikirannya kotor dan jorok, pastilah menganggap si empunya tubuh
adalah perempuan gampangan. Condro menarik nafas lagi. Ia berharap teman-teman
fesbuk Layung tidak mengenalinya. Dan hanya menganggap fesbuknya sedang
disusupi peretas nakal. Condro sangat berharap demikian itu kejadiannya.
Merasa pikiran dan hatinya sudah
mulai tenang, serta bisa berpikir jernih. Buru-buru Condro membalas pesan
Layung, kemudian menelponnya. Ia bisa merasakan bagaimana perasaan kekasihnya
itu, melihat tubuh seksinya ada di medsos dan disaksikan ribuan mata
teman-teman fesbuknya. Di seberang telpon, di dalam kamarnya, Layung menangis
menerima telpon Condro. Berulang kali ia minta maaf kepada calon suaminya, yang
pastinya syok melihat foto-foto isengnya beredar di medsos.
“Aku memang syok pertama kali
melihatnya namun, indah juga ternyata,” ucap Condro bergurau supaya Layung
tidak merasa tertekan terus. Mendengar gurauan serta kata ‘indah’ dari mulut
Condro, tak urung Layung tertawa kecil seraya berkata, “Mas Condro genit.
Otaknya juga ngeres.” Lagi-lagi
terdengar suara Condro tertawa lagi.
“Nggak, kok sempat-sempatnya kamu
berfoto kayak gitu?” tanya Condro kemudian.
“Sudahhhhhh. Sudah ahh…. Aku nggak
mau membahasnya,” teriak Layung di seberang telpon.
“Aku maluuu. Aku maluuuu…. Aku
berharap…,” mendadak Layung terdiam, tak melanjutkan perkataannya.
“Berharap apa?” balas Condro.
“Nggak!! Nggak berharap apa-apa.
Udah nggak usah dibahas. Aku benar-benar malu, Mas,” ujar Layung. Kata-kata
Layung itu dipahami Condro dengan bijak. Ia pun tak memperpanjang tanya lagi.
Ia hanya menyarankan supaya Layung membuat pernyataan di fesbuknya kalau ketiga
foto itu bukan dirinya. “Katakan saja fesbukmu dibajak, diretas orang tak
bertanggung jawab,” saran Condro.
“Iya Mas. Nanti kalau hatiku sudah
tenang aku mau tuliskan itu.”
“Emang sekarang belum merasa tenang
meskipun sudah aku telpon?” desak Condro.
“Telponmu justru membuat aku lega
dan tenang, Mas! Seandainya saja kamu nggak mau balas dan telpon aku, mungkin
ada kejadian yang berujung tidak mengenakkan.” Perkataannya kali ini terdengar
sungguh-sungguh.
“Apa yang mau kamu lakukan?” selidik
Condro penasaran. Dengan halus Layung mengalihkan pembicaraan. Condro merasakan
pengalihan topik pembicaraan itu. Dan dia membiarkannya. Entah kenapa sebuah
kilat terang menampakkannya di pelaminan bersama Layung, 29 Juni mendatang.
Kata alhamdulillah terucap lirih
dalam hati Condro.
Condro lantas mendengar namanya
dipanggil berulang-ulang oleh Layung. Rupanya beberapa detik ia sempat
melamunkan impian indahnya bersama Layung. “Aku butuh dukunganmu, Mas….” ucap
Layung setelah berhasil menghidupkan lamunan Condro. Pasti aku akan mendukung
apa yang mau dilakukan calon istriku, suara Condro penuh tekanan yakin.
“Terima kasih, Mas…. Aku sekarang
merasa lebih nyaman, lebih enak hatiku.” Sesaat kemudian Layung ingin menyudahi
pembicaraan padahal yang menelpon Condro. Ia berkilah hendak menulis pernyataan
di fesbuknya. Hendak mengatakan bahwa fesbuknya telah diretas seseorang.
“Tunggu sebentar,” tahan Condro
ketika Layung hendak menutup telponnya. Layung lantas bertanya kenapa pada
Condro.
“Barusan aku membuka fesbukmu. Di
situ sudah tertulis apabila ketiga foto yang tersebar bukan foto-fotomu. Kamu
juga mengatakan apabila akun fesbukmu sudah disusupi peretas yang tak
bertanggung jawab.” Ternyata diam-diam, sambil menelpon Layung, Condro membuka
fesbuk menggunakan tablet Samsung-nya sehingga ia bisa mengatakan hal tadi pada
Layung.
“Aku belum menuliskan apa-apa di
fesbuk, Mas!” Ucapan Layung terdengar tidak percaya. “Sejak siang aku tidak
membuka fesbuk. Baru malam ini setelah menerima telponmu, akan membukanya.
Jangan-jangan fesbukku disusupi peretas lagi, ya?” Condro lantas mendengar
desahan nafas panjang.
“Lantas siapa?” Secara tak sengaja
mereka saling bertanya. Bukannya menjawab, keduanya malahan tertawa.
“Kita memang berjodoh, sayang,” ujar
Condro kemudian.
“Iya sayangku….” Layung tak mau
kalah mengucapkan sayang juga. Keduanya lantas tertawa lagi.
“Aku matikan telponmu ya, Mas…. Aku
mau memastikan fesbukku. Makasih sudah mendukungku juga menguatkanku. I love you….” Obrolan mereka pun
berakhir. Condro tetap mengawasi fesbuk Layung.
***
#DARKO DAN SI PERETAS “ANU”
Tanpa
sepengetahuan Layung, Darko menyusup ke dalam fesbuknya. Dia pula yang
menuliskan pernyataan KETIGA
FOTO INI, YANG KEMUDIAN TERSEBAR, BUKANLAH MILIK SAYA. FB SAYA INI
SUDAH DI-HACK SESEORANG YANG TAK BERTANGGUNG
JAWAB. ABAIKAN SETIAP MUNCUL FOTO
DAN PERNYATAAN YANG TAK
SEMESTINYA. MAAFKAN SAYA SUDAH MENGGANGGU KENYAMANAN TEMAN-TEMAN GARA-GARA FOTO-FOTO TERSEBUT.
Darko sengaja
mengunci akun FB Lembayung Kemuning
supaya Layung tak bisa mengetikkan apapun, membuka bahkan mengubah setelan
fesbuknya. Darko sudah kepalang basah memukul gederang prang melawan peretas
yang mencomot foto-foto Layung. Ia ikuti saran Sardi. Berprang di lapak fesbuk
Layung apapun risikonya. Ia rela mempertaruhkan kecerdasannya demi sebuah
penyesalan dan rasa tanggung jawab, karena t’lah memasuki laptop Layung
kemudian mengambil ketiga foto seksinya. Sejak ia menuliskan pernyataan itu
belum ada tanda-tanda balasan dari peretas ANU. Notebook-nya bahkan belum mati sejak siang tadi karena sengaja di-panjer menyala untuk mengawasi
pergerakan peretas ANU. Hingga lewat tengah malam, peretas ANU tak juga
membalas pernyataan Darko itu. Matanya pedih karena terus mengawasi fesbuk
Layung. Ketika matanya nyaris terpejam dan lelap, dari segaris matanya yang mau
terpejam ia melihat sebuah pergerakan. Tampaknya si peretas ANU hendak
mengganti atau menolak pernyataan yang dibuat Darko. Mata Darko mendadak
membulat dan jari-jemarinya langsung menari-nari cepat di atas tuts notebook.
Dunia
maya yang disusupi Darko laksana jalan raya. Darko saling berkejar-kejaran
dengan peretas ANU. Berusaha menangkap pencuri yang melarikan diri. Tak ayal
juga masing-masing mengeluarkan mesiu sebagai pertahanan diri juga sebagai alat
penyerang balik. Jika jarak antara Darko dengan peretas ANU masih sangat jauh,
perlahan-lahan Darko mulai bisa mendekatinya. Namun ia belum sanggup melihat
‘nomor kendaraan’ yang dipakai peretas ANU. Aku
tak boleh lengah. Aku tak boleh mengalah pada orang jahat seperti peretas ANU, ujar
Darko menyemangati dirinya sendiri. Ponselnya yang bergetar-getar pun
diabadikan. Sekilas ia melihat telpon masuk dari Sardi yang paling-paling ingin
mengetahui apa yang terjadi sekarang. Maaf
sobat, ada tugas negara yang perlu sentuhanku, dalam hati Darko berkata.
Perburuan terus digeber Darko kepada
peretas ANU. Samar-samar ia mulai melihat angka 168. Namun setiap akan
mendekat, peretas ANU selalu mengeluarkan simbol atau angka mengelabui sehingga
Darko kehilangan buruannya. Setelah 168, Darko samar lagi melihat angka 1200
pada badan peretas ANU. Tiba-tiba Darko berhenti di sebuah persimpangan. Entah
dikelabui, entah memang ia salah masuk, di depannya kini terlihat banyak angka
yang berusaha menghalangi jalannya meretas. Buruannya mendadak tak tampak.
Sekilas memang Darko melihat ANU memasuki gerombolan angka tersebut. Mungkin
membenam sementara sampai Darko tidak mengejarnya. Mata Darko yang memerah
karena terlalu menahan kantuk, membuatnya mengambil jalur terbalik. Ia kembali
memasuki akun Layung untuk mengamankan akun fesbuknya. Beberapa angka, simbol,
huruf, sebagai alat mengelabui sengaja Darko pasang. Ia tak mau peretas ANU
mengutak-atik user, password, serta login fesbuk Layung. Alarm penanda bahaya
disetel kencang, segala macam barikade dipasangi bebunyian sehingga ia bisa
mengetahui kehadiran siapa pun. Dan sesudah itu, ambruklah Darko di samping notebook-nya, selepas tengah malam itu.
Dengkuran halus mengudara dalam ruangan Darko.
Seperti yang sudah diduga Darko,
peretas ANU menampakkan dirinya setelah keluar dari ruangan angka-angka dan
simbol yang dibuatnya. Tersenyum sejenak sebelum kemudian melesat meninggalkan
fesbuk Layung. Kepergiannya tentu saja tidak dirasakan siapa pun. Tak juga
Darko yang sudah mendengkur di samping ‘kesayangannya”. Tampaknya si peretas ANU kalah satu langkah dari Darko.
Ia pergi, barangkali hendak mempersiapkan cara lain yang lebih jitu untuk
mematikan langkah-langkah pengamanan yang dibuat Darko. Hingga azan subuh
menggema fesbuk Layung aman.
***
#LAYUNGLAGI
Hanya wajah penuh kecemasan yang
terlihat di wajah Layung, yang sejak tengah malam mencoba membuka fesbuknya
namun tak bisa juga. Menjelang pagi, fesbuk Layung makin banyak dikomen dan
menanyakan kebenaran foto-foto seksi yang dikirimkan Layung. Satu dua ada yang
menanyakan apakah itu foto-foto Layung?? Layung hanya bisa menatap
komentar-komentar itu dari fesbuk Cempaka. Ia masuki fesbuknya melalui akun
Cempaka dan menjawab komen-komen teman-temannya melalui fesbuk adiknya itu.
CEMPAKA PUKHAIZ:
ABAIKAN SEMUA TENTANG FOTO-FOTO DI FESBUKKU. FESBKUKKU SEDANG DIRETAS SESEORANG
HINGGA SEKARANG. INI AKU, TEMANMU. LEMBAYUNG KEMUNING YANG MENJAWAB LEWAT FB ADIKKU CEMPAKA. MAKASIH TEMAN-TEMAN UNTUK DUKUNGANNYA.
Meskipun
sudah memberi pemberitahuan tak urung hati kecil Layung tersayat juga. Ia
terpaksa berbohong soal foto-foto itu demi harga diri dan orang-orang terdekat
yang mengenalnya. Tanpa terasa air matanya menitik ketika membaca komen Condro
Laksono yang memberikan dukungan penuh. Pegang
erat tanganku, jangan sampai terlepas dan jangan biarkan seseorang mengganggu
langkah kita menuju Puri Bahagia yang akan kita tuju. Love forever, baby…..
Ohhh, so sweet. Sebuah pernyataan
dukungan yang menguatkan hati dan perasaan Layung. Sekali lagi Layung mencoba
mengaktifkan fesbuknya. NIHIL. Fesbuknya tetap tak bisa dibuka… Dia hanya bisa
mengintip dari fesbuk orang lain.
Dan sekali lagi ia menatap ketiga
foto dirinya. Entah kenapa Layung merasa PD melihat gayanya berpose. Aku memang
cantik. Tubuhku indah. Proporsional bentuknya. Bertahun-tahun tertutup rapat
tanpa diketahui siapa pun kecuali ayah dan saudara laki-lakinya. Terlintas lagi
pikiran di kepala Layung. Bagaimana mungkin poseku dikatakan tak senonoh? Aku kan tidak bugil. Aku kan hanya
menggunakan kaos ketat dan celana pendek ketat, gumam Layung, yang kemudian
buru-buru menutup ketiga fotonya. Desahan nafasnya terdengar ….
***
#SEMUANYA…BERAKHIR..
Darko
selesai subuhan. Sambil menyeduh kopi, matanya tetap mengawasi notebook. Tak sedetik pun ia
mematikannya. Dalam fesbuk Layung belum ada tanda-tanda si peretas ANU hadir.
Yang banyak justru komentar teman-teman Layung, juga pertanyaan seputar
foto-foto itu. Membaca komentar dan membaca pertanyaan itu membuat hati Darko
trenyuh. Iba karena Layung menjadi korban keisengannya kemarin, di perpusda.
Andaikata ia tidak iseng meretas laptop Layung yang sedang dipakai Cempaka,
tentunya ketiga foto seksi Layung tak akan beredar di medsos. “Aku harus
bertekad menghalangi gerak laju si peretas ANU. Jangan sampai dia mempermalukan
Lembayung,” ujar Darko. Tegukan kopinya tiba-tiba membuatnya bersemangat dan
bergairah kembali.
Condro
terbangun. Rupanya semalam ia terlelap setelah mengontak Layung. Dengan langkah
gontai ia buru-buru ke kamar mandi untuk wudhu dan subuhan. Korden kamar
hotelnya sudah mulai agak terang, pertanda matahari sudah menggeliat. Subuhan
yang terlambat. Sekilas ia menengok ponselnya. Ternyata ada miscall dan pesan masuk dari Layung.
MAAF AKU KETIDURAN SEMALAM. INI MAU SUBUHAN
DULU. NANTI KUTELPON BALIK.
Setelah menuliskan pesan singkatnya,
buru-buru Condro menunaikan salat subuhnya yang terlambat. Deringan balasan
langsung terdengar namun didiamkan saja oleh Condro. Ia fokus menghamba
pada-Nya terlebih dulu.
“Mas, aku nggak bisa membuka
fesbukku. Dan aku juga tidak tahu siapa yang menuliskan tulisan itu di
fesbukku. Kenapa peretas itu baik hati padaku, ya?” tanya Layung begitu Condro
menelponnya. Mendengar cerita Layung, Condro tidak menjawab. Hanya terdiam,
karena dia pun tidak tahu siapa yang sudah berbaik hati menuliskan itu di
fesbuk Layung. Kecamuk di kepala
pasangan ini sama: kenapa peretas itu membantu seolah-olah dia adalah Layung!
“Feeling-ku
mengatakan peretas ini orang baik. Ia mau membantumu saja. Tapi siapa dia itu?”
tanya Condro lagi. Tiba-tiba Condro menghentikan omongannya. Dan minta izin
mematikan sambungan telponnya.
“Sayang, aku matikan telponnya
yaa….Ada notifikasi di fesbukku. Pengirimnya kamu nih.” Terdengar tawa renyah
dari Condro. Layung yang mendengar pun ikut-ikutan tertawa. “Nanti aku kabari
lagi sesudah ini. Love you…”
Sambungan pun terputus.
Condro segera membuka messenger dari “Layung”. Mulutnya agak terperangah membaca tulisan
pesan yang dikirimkan “Layung”.
SESEORANG SEDANG MERETAS FESBUK LEMBAYUNG.
DIA YANG MENGUNGGAH FOTO-FOTO TERSEBUT. ENTAH MOTIFNYA APA??
Condro menarik nafas panjang membaca
pesan itu. “Jika seseorang sedang meretas fesbuk Layung, lantas siapa kamu yang
memberitahukan hal ini padaku?” selidik Condro. Dalam hati, Condro tidak yakin
dengan pesan masuk itu. Ia beranggapan, pengirim pesan itu adalah peretas yang
juga sudah mengirimkan foto-foto Layung ke teman-teman fesbuknya.
KAMU SIAPA? KENAPA BISA BERADA DALAM FESBUK
LEMBAYUNG?
Pertanyaan itu hanya didiamkan. Tak
ada jawaban apapun sampai Condro menghubungi Layung lagi. Condro lantas
menceritakan perihal pesan masuk itu. Layung menyimak apa yang dikatakan Condro
namun ia tak sependapat dengannya yang mengatakan pengirim pesan adalah orang yang sama dengan
yang mengedarkan foto-fotonya.
“Kenapa yakin dia orang yang berbeda
dengan pengunggah foto-fotomu?”
“Karena dia membuat pernyataan itu,
Mas! Aku kok merasa yakin, dia yang menutup akses supaya aku tidak bisa login
ke fesbukku sendiri. Dia tampaknya sedang mengejar peretas lain yang sudah
mengedarkan foto-fotoku itu.”
“Tapi dia tak menjawab pertanyaanku
yang menanyakan siapa dirinya?”
“Kita tunggu saja, Mas. Aku percaya.
Dia sedang mengawasi dan menjaga fesbukku dari peretas yang sedang dikejarnya.
Kok jadi seru gini yaa…. Akun fesbukku dibuat ajang kejar-kejaran. Kayak film
The NET ajjah!” Layung tertawa sesudah berkata begitu.
“Baiklah, kita tunggu saja
perkembangan berikutnya,” ucap Condro.
“Ngomong-ngomong, Mas Condro kiy
dimana tho? Kok aku hubungi rumahmu, semua pada bilang sedang ke luar kota?”
Layung kaget ketika Condro mengatakan dia menginap di hotel. Pikirannya kalut,
karena takut ditanyai macam-macam sama orang rumah makanya berdiam diri di
hotel sementara. Beruntungnya, orang rumah tidak ada yang ngeh dengan beredarnya foto-foto Layung di medsos.
“Ke sini ajjah kalau mau ketemu!”
Sambil Condro menyebutkan hotel tempatnya menginap.
“Iya, nanti aku ke sana bareng
Cempaka.”
“Jangan pakai kaos dan celana ketat,
ya….” Condro mencandai Layung.
“Ihhh, Mas Condro jahattttt. Awass
nanti kalau ketemu aku ….” Sebelum Layung meneruskan kalimatnya, Condro
meneruskan omongan Layung. “Mau dicium, kan?”
Condro bergegas ke kamar mandi setelah
sambungan telpon Layung selesai. Sekali lagi ia melihat fesbuknya, kalau-kalau
si peretas baik hati, -menurut Layung, mengirimkan pesan lagi. Tak ada!! Ia
melangkah ringan ke kamar mandi.
Sardi
menelpon Darko menanyakan perkembangan foto-foto. Ia juga menanyakan kenapa
telponnya semalam di-cuekin. Begitu
memperoleh penjelasan Darko, Sardi pun memahaminya. Bahkan mengatakan salut dan
keren kepada sahabatnya itu.
“Ini sebagai wujud penyesalanku
kepada Lembayung. Gara-gara aku comot foto-fotonya, si peretas ANU bisa
mengambilnya.” Sardi lantas membesarkan hati Darko.
“Sejauh yang sudah kamu kerjakan
sekarang, itu sudah teramat baik, Dar,” ujar Sardi sungguh-sungguh. “Mudahan
cepat tertangkap peretas itu yaaa….”
“Semalam aku hampir saja menangkapnya.
Sayang banget cah gemblung kuii masuk
ke sebuah tempat yang sudah dia samarkan dengan angka, huruf, dan beberapa
jebakan. Tapi aku sudah menangkap angka 168 dan 1200. Kemungkinan ini nomor
plat dia dalam mempermainkan retasannya. Mudahan aku bisa menangkapnya dan
mematikan geraknya. Gesit juga dia semalam.” Sekali lagi Sardi mengatakan keren
untuk Darko.
“Nanti aku ke rumahmu, ya?”
“OK Bro, aku tunggu. Biar seru juga
kalau ada temannya ngejar,
hahahaha….”
Condro
sedang mengelap tubuhnya dengan handuk lebar yang disediakan hotel. Matanya
melihat tanda lampu berkedip pada tabletnya. Ia bergegas mendekati tablet.
Sekali sentuh ia melihat sebuah pesan masuk bertengger lagi. “Dari ‘Layung’
lagi,” gumamnya.
SAYA PENGELANA DUMAY. SECARA TAK SENGAJA
MENEMUKAN PERETAS YANG MENYUSUPI FESBUK LEMBAYUNG. SAYA MEMANG MENGEJAR PERETAS
INI. SAYA CUMA KASIHAN DENGAN LEMBAYUNG YANG FOTO-FOTO PRIBADINYA DIEDARKAN.
SEMENTARA SAYA TAHU PERSIS LEMBAYUNG GADIS SANTUN DAN SOPAN DALAM BERPAKAIAN.
DIA CALON ISTRIMU, KAN? MAAF KALAU SAYA HARUS MENDEKAM DALAM FESBUK LEMBAYUNG
SEMENTARA WAKTU. TAMPAKNYA PERETAS ‘ANU’ MASIH MAU MELANCARKAN SESUATU. SAYA
TIDAK BISA CERITA BANYAK. INI SOAL TEKNIS PARA PERETAS SAJA. SAYA JANJI, SAYA
AKAN USIR PERETAS INI DAN MENCARI TAHU SIAPA YANG SUDAH MENGEDARKAN FOTO-FOTO
PRIBADI LEMBAYUNG. PANGGIL SAYA KHODAR. PERMISI…
Condro tertegun
membaca pesan dari Khodar. Perkiraan Layung ternyata benar. Peretas bernama
Khodar memang peretas baik. Ia justru hendak membantu Layung membereskan akun
fesbuknya. Selesai membaca pesan itu, buru-buru Condro menghubungi Layung lagi.
Ia ceritakan semua pesan yang dikirimkan Khodar.
“Nah benar, kan, kataku?” Kalimat
itu yang langsung terlontar. Condro mengakui tuduhannya salah. Ia pun lantas
berharap semoga Khodar dapat menemukan peretas ANU segera.
Sementara itu, Darko sesudah mengirimkan pesan kepada Condro hanya menghela nafas
panjang. Maafkan aku harus mengatakan
begitu. Tapi aku berjanji akan membereskan si peretas ANU, tekad Darko
semangat. Ponselnya berbunyi. Dan ID Caller yang terbaca olehnya menunjuk nama
SARDI.
BRO, AKU DAH DI DEPAN RUMAH. RUMAH KOK SEPI
BANGET. PENGHUNINYA NGGAK ADA POOO?
Pesan whatsapp Sardi disambut senyuman gembira Darko. Ia bergegas ke luar
kamar menyambut sahabatnya itu. Rumah memang sedang sepi. Kedua orang tuanya
sedang bepergian ke luar kota. Adik-adiknya sedang mengikuti acara di sekolah
masing-masing. Sardi langsung diajak masuk ke kamarnya sesudah pintu dibukakan.
Darko pun menyuruh Sardi mencari minuman sendiri kalau merasa haus. Atau kalau
butuh camilan. Sardi sudah terbiasa dengan lingkungan rumah Darko, sehingga ia
bebas melalang ke semua penjuru rumah Darko. Keduanya lantas menghadapi notebook Darko. Menunggu perkembangan
lebih lanjut.
Sebuah pesan masuk. Datangnya dari
Condro yang mengucapkan terima kasih dan mengapresiasi apa yang sedang
dikerjakan Darko. Darko tidak membalas pesan itu namun memberitahukan pesan itu
kepada Sardi, “Condro, calon suami Lembayung.” Sardi mengangguk.
Layung
ternyata sedang ondewe ke hotel
ketika Condro menelponnya. Kini ia sedang menaiki lift menuju lantai 6, dan
menuju kamar 615 bersama Cempaka. Ketika tiba di kamar 615, pintu terbuka
setengah. Terdengar ucapan terima kasih dari dalam. Tak lama kemudian seseorang
petugas hotel keluar. Ia tersenyum kepada Layung dan Cempaka. Condro sempat
kaget melihat Layung muncul di pintu kamarnya. Rupanya Condro barusan memesan
sarapan pagi. Setelah mempersilakan keduanya masuk, ia pun menawari keduanya
sarapan. Merasa keduanya juga belum sarapan, keduanya lantas memesan makanan.
Mereka memesan nasi goreng dan lemon tea
hangat. Layung mempersilakan Condro untuk makan duluan saja namun Condro
menggeleng. “Kita makan sama-sama
kalau pesanan kalian sudah datang.” Layung melirik tablet Condro yang terus
menyala. Fesbuknya terbuka…. Tak sampai 30 menit, nasi goreng tiba. Mereka
menikmati sarapan pagi bersama, dengan mata tetap awass kepada tablet Condro.
Darko
melihat sebuah pergerakan yang akan memasuki fesbuk Layung. Tak salah lagi,
pasti si peretas ANU sedang berusaha menjebol blokade Darko yang berlapis.
Sengaja user dan password fesbuk Layung didobelpengamanan oleh Darko. Secepat kilat
Darko berusaha menangkapnya. Tapi si ANU ini memang bagai belut. Ia tahu kalau
sedang diawasi, makanya ia berkelit. Tampaknya ia sengaja membawa Darko keluar
dari fesbuk Layung. Mereka kembali berkejaran mengadu kepintaran dan kecerdasan
seorang peretas. Terlihat lagi 168 dan 1200 seperti kemarin. Belum utuh Darko
mengetahui nomor plat si ANU. Berkelitnya si ANU selalu memasuki kubangan
angka, huruf, dan jebakan garis-garis. Ia tahu kalau Darko agak lemah dalam
memecahkan kode dan simbol-simbol dalam kubangan ini. Darko pun begitu
mengetahui si ANU menenggelamkan diri dalam kubangan itu, ikut mengejar sambil bermanuver
cepat. Ia sudah memperlajari kalau si ANU tak mampu bermanuver secepat dirinya.
Dalam kubangan simbol-simbol,
angka-angka, dan huruf-huruf, Darko sempat limbung. Gila! Edan! Darko berani
memasuki kubangan karena sudah merasa yakin dobel pengamanan fesbuk Layung sudah
kuat dan tak mungkin dijebol, sementara waktu. Makanya, ia pun meladeni
bermain-main di kubangan yang dituju si ANU. Kiri kanan kubangan yang diterobos
keduanya, ternyata seperti cermin. Sehingga pantulan keduanya berkejaran
tampak. Sesekali memang tak tampak karena tersamar banyaknya angka, huruf, dan
simbol. Entah kenapa, dalam pandangan Darko, si ANU mengeluarkan cahaya. Ada
percikan cahaya yang memancar dari ekornya. Darko memperlambat pengejaran.
Ternyata si ANU juga memelankan lakunya. Dari situlah Darko mengetahui kalau si
ANU tampak lebih bercahya dibandingkan huruf, angka, dan simbol yang ada dalam
kubangan. Ini barangkali titik lemah si ANU. Ia terlalu percaya diri, terlalu
sombong sehingga membentuk dirinya lebih bercahya dibandingkan yang lain.
Apalagi pantulan cermin di kira kanan juga ikut membantu Darko mengetahui plat
nomor si ANU. Selagi keduanya sama-sama diam, tiba-tiba melalui sebuah gerakan
tak terduga, Darko menyergap si ANU. Saking terkejutnya, si ANU sempat
berkelit. Memang Darko tidak mendapatkan bulat-bulat si ANU, tapi seringai
senyuman Darko mengembang. Ia memperoleh plat nomor si ANU. Darko pun beranjak
pergi dari kubangan. Ia buru-buru keluar selagi si ANU lari terbirit mengira
Darko mengejarnya.
192.168.1.2:1200…
Hanya deretan angka tak berarti. Bagi orang yang tak paham memang tak berarti,
namun bagi Darko merekalah kunci pembuka siapa peretas ANU nantinya. Sebelum
kabur jauh, ditutupnya kubangan tadi, tempat mereka saling berkejaran. Biar si
ANU terlena dan mabok dalam jebakan yang dibuatnya.
“Berhasil!!” Teriak Darko,
mengagetkan Sardi yang sedang mengunyah camilan milik Darko.
“Apa yang kau temukan, Bro?” tanya
Sardi tak sabar. Teriakan keras ‘berhasil’ Darko sudah meyakinkan Sardi kalau
sahabatnya itu pasti telah menemukan sesuatu yang mencengangkan.
“Nih….” Darko menunjukkan sebuah
deratan angka. Jidat Sardi mengerut, mengernyit tiba-tiba. “Apaan ini, Bro?”
Tanpa berkata apa-apa, Darko
langsung mengarahkan kerlip dalam notebook-nya.
Ia masukkan deratan angka itu dalam browser
notebook. Senyum puas dan tawa riang
keluar dari mulut Darko. Deretan angka itu menampakkan tulisan GRAMMARI SINUGE
( Egunis Riammar ). Darko buru-buru mengetikkan nama itu di semua medsos yang
mungkin. Senyumnya melebar lagi ketika nama itu ada dalam fesbuk. Nyaris tak
ada foto dalam fesbuk itu. Tapi yang membuat Darko yakin ini peretas ANU adalah
ditemukannya banyak gambar dan simbol-simbol matrix. Simbol dari kaum peretas. Dan
ada satu status yang menggelitik Darko berbunyi: KUIKUTI KAMU SAMPAI KAPAN PUN
DENGAN PENYUSUPANKU.
Tanpa
pikir panjang Darko langsung mengirimkan pesan kepada Condro lewat fesbuk
Layung. Tulisnya kepada Condro berbunyi KUTEMUKAN NAMA GRAMMARI SINUGE ( egunis riammar
). juga sebuah status KUIKUTI KAMU SAMPAI KAPAN PUN DENGAN PENYUSUPANKU. SEMOGA
BISA MEMBUKA JALAN BAGI KALIAN SIAPA SI GRAMMARI INI. SALAM HANGAT KHODAR. Tak
lupa setelah itu Darko menyampaikan bahwa fesbuk Layung sudah bisa diaktifkan
lagi. Ia pun juga menyertakan password baru dan memberi catatan, “Silakan ganti
dengan yang baru. Mudahan dobel pengaman yang kubuatkan cukup tangguh untuk
fesbuk calon istrimu.”
Condro,
Layung, dan Cempaka asyik mengobrol pada saat pesan itu masuk ke tablet
Condro. Diraihnya tabletnya dan segera membuka pesan dari “Layung”. Pesan
panjang itu dibaca seksama. Muka Layung mendadak meredup, tidak secerah
barusan. Condro yang melihat perubahan wajah Layung lantas bertanya.
“Orang dari masa laluku. Ia senang
padaku, Mas, tapi aku tidak mau karena aku mau fokus belajar saat SMA. Rupanya
ia terluka dengan penolakanku, dan mungkin ingin mengganggu hubungan kita.
Apalagi kita akan menikah.” Condro menghela nafas .
Tangannya kemudian secara cepat membuka
fesbuk Grammari. Dia kemudian menuliskan pesan di messenger-nya. Sebuah ancaman akan melaporkan perbuatannya apabila
masih mengganggu Lembayung Kemuning. “Perbuatanmu sebagai peretas dan membikin
heboh, juga bisa saya laporkan. Kawan saya juga seorang peretas dan dia lebih
brilyan darimu. Buktinya kami tahu keberadaanmu. Jangan macam-macam dengan
saya.”
Sesudah mengetikkan pesan itu,
teringatlah Condro kalau ia belum mengucapkan terima kasih kepada Khodar.
Layung mencoba membuka fesbuknya berbekal password
yang diberikan Khodar. Berhasil membuka lagi. Layung tersenyum ketika
membaca sebuah status yang sudah bertengger di fesbuknya.
TEMAN-TEMAN, ALHAMDULILLAH FESBUKKU SUDAH
AKTIF KEMBALI. SI PERETAS ANU SUDAH KEOK. AKU SUDAH TAHU SIAPA JATI DIRINYA. AKU
SUDAH BERSEPAKAT DENGANNYA. MAS CONDRO JUGA SUDAH MENEMUINYA. TERIMA KASIH
UNTUK DUKUNGAN KALIAN. ABAIKAN FOTO-FOTO ITU YANG ENTAH SIAPA DIA?
TERIMA
KASIH SEKALI UNTUK KHODAR YANG SUDAH MEMBANTU MENEMUKAN SI PERETAS ANU. SENANG
BERTEMAN DENGANMU.
Condro pun tersenyum, Cempaka juga. Mereka
yakin, dengan seribu caranya Khodar bisa mengetahui apa yang mereka kerjakan di
medsos. Dalam hati Condro mengucapkan terima kasih untuk bantuannya. Ia
pun menuliskan ucapan terima kasih lagi lewat fesbuknya, yang ia tujukan kepada
fesbuk Layung. Juga mengucapkan syukur bahwa di antara gemerlap dunia meretas,
masih ada juga peretas baik hati macam Khodar.
Darko masih bisa membaca semua pesan
yang dituliskan Condro. Bersama Sardi, ia hanya mengucap syukur dan memberikan
sebuah senyuman. Mudahan acara pernikahan mereka lancar yaaa Dar, kata Sardi
kemudian. Darko mengangguk.
“Kita diundang nggak ya?” Tertawalah
kedua sahabat itu di kamar Darko.
***
Di sebuah kamar, di kota yang jauh
dari tempat tinggal Layung dan Condro, Grammari
membaca setengah ancaman yang dituliskan Condro padanya. Wajahnya
menampakkan ketidaksukaan membaca kalimat ancaman Condro.
“Saat ini aku boleh kalah denganmu
Layung, namun suatu saat aku akan bongkar siapa Khodar yang seolah-olah peretas
baik yang sudah menyelamatkanmu.” Dan tiba-tiba, muncullah emoticon tidak suka dalam status Grammari. Diam-diam Darko
memperhatikan juga polah Grammari ini. Ia harus bersiap kapan saja mendapat
serangan balik dari Grammari yang barusan ditaklukkannya.
GPH, 9 Ramadan 1438 H
GPH, 9 Ramadan 1438 H
Komentar
Posting Komentar