TS/KMFL/MJ
Tak Sesuai
Aku
menata ulang kontak HP. Nama Moly muncul. Sebelum kuketik pesan, sebuah foto
darinya masuk. “Bagaimana menurutmu, Mas? Eh, apa kabar di sana?”
Aku balik bertanya, “Siapa dia?”
Moly
lantas minta maaf karena lama tak berkabar.
“Dia yang di foto itu, aku kenal dari pengajian dhuha minggu. Kutanya ustadz, katanya,
dia juga sedang mencari istri. Kami lalu sepakat ta’aruf. Kalau cocok, akhir tahun kami menikah. Mas pasti aku
kabari.” Sesudah memberi penjelasan, Moly mengulangi pertanyaannya tadi.
Jawabku, “Cakep. Ganteng. Semoga ta’aruf-nya
lancar. Kok kayak cerita yang pernah kutuliskan untukmu, ya?” Dan Moly hanya
mengirimkan emoticon tertawa lebar.
Aku
menata kontak HP lagi gegara error.
Nama Moly tersorot lagi. Seketika aku ingat ta’aruf-nya.
Sudah pertengahan Februari mengapa tak
mengabari? Aku tertegun nomornya tak bisa di SMS maupun whatsapp. Buru-buru aku buka messenger dan FB-nya. Akunnya menghilang.
Doaku, engkau bahagia bersama pria dan
imam pilihanmu.
Sebuah
akun bernama Destriana muncul di messenger-ku.
Niatnya mau kuhapus. Ujung-ujungnya aku baca juga. Moly? Permintaan maaf
disampaikannya karena ia tak mengabarkan pernikahannya. Alhamdulillah, ta’aruf-nya sukses.
Moly sengaja memakai akun Destriana milik adik sepupunya.
“Suamiku merasa nggak nyaman aku ber-medsos. Sebagai istrinya aku patuh. Aku hapus semua medsos juga mengganti nomor HP. Maaf ya, Mas! Aku sudah nggak kerja lagi. Pergaulanku juga
dipantau suami.” Kasihan kamu, Moly.
Messenger-nya ternyata menanyakan password blog yang pernah aku buatkan. Semuanya sudah kuserahkan
padamu, tulisku. Aku tak menyimpan apapun. “Memangnya kenapa?” Jawabannya baru
kuterima 2 hari kemudian. “Suamiku cemburu padamu, Mas?” Aku terdiam membaca
jawaban Moly. Mengingat-ingat lagi apa yang pernah kulakukan.
“Masa hanya membuatkan blog membuatnya cemburu begitu?” protesku.
“Bukannya katamu banyak pria iseng maupun serius yang
justru sering berkomentar di status medsos-mu?”
Sejak saat itu, akun Destriana tak pernah muncul di messenger-ku.
Foto:renunganhariandotcom
@@@@@@@@@@@@@@@DDDDDDDDDDDPPPPPPPPPPPPPPP
Kamuflase
“Don,
kamu sudah tahu Violet punya pacar lagi?” Tetiba Nelwan menghamburkan
pertanyaan itu sambil menjatuhkan bokongnya
di sofa dalam ruang kerjaku. Saking
serius bekerja, aku tidak tahu Nelwan datang.
Pintu ruang kerjaku selalu terbuka. Siapa pun bebas masuk
dan selalu mengetuk pintu. Namun, tidak bagi Nelwan. “Kan kita sohib sejak pertama kali masuk perusahaan ini.” Itu alasan
yang selalu dikemukakannya. Kalau mau tegas, aku bisa menegurnya. Apalagi
secara organisasi Nelwan sekarang menjadi anak buahku. Namun aku mengabaikan
kekuasaan yang kupunyai.
“Tutup pintu kalau mau ngomongin Violet. Nggak
enak didengar yang lain,” bisikku. Pintu pun segera ditutupnya.
Ketidaktahuanku mengenai siapa pacar Violet hanya
disambut senyum di bibirnya. Ia pun lantas berkomentar, “Masa sih Pak Bos sampai nggak tahu?” Senyum mengejek kembali nangkring di bibirnya. Gelengan kepalaku membuatnya tertawa lagi. Terlebih
setelah kukatakan pekerjaanku banyak jadi tak sempat mengurusi pribadi Violet.
“Sesekali cobalah mengetahui kehidupan pribadi anak
buahmu!” Dan ketika mendengar kata ‘kepo’ sebagai jawabanku, Nelwan kian
terkekeh.
“Aku cukup tahu Violet darimu. Pasti komplit ceritanya,”
ujarku kemudian. Nelwan mengangguk. Ia lalu menceritakan pacar Violet yang katanya
dikenal lewat facebook. “Mereka
diam-diam ternyata sudah berkencan. Bahkan katanya sering menginap di hotel
segala.”
Aku tak percaya Violet begitu. Selama ini yang kutahu,
Violet dekat dengan Nelwan. Kebetulan mereka dulu teman satu fakultas. Tak sengaja
sekarang menjadi teman sekantor meskipun beda cabang. Perceraiannya membuat
Nelwan kerap dimintai tolong oleh Violet. Apa pun urusannya.
“Mungkin ia sudah perlu pengganti mantan suaminya.
Makanya pacaran,” kataku sekenanya. “Memang nggak
salah sih,” ujar Nelwan juga. Matanya
menerawang. ***
Siang itu, aku menemani istri dan anakku berenang di
sebuah hotel. Ketika bersandar di tepian kolam, menunggu anakku yang berenang,
mataku tak sengaja melihat ke atas. Nelwan dan Violet keluar dari kamar yang
letaknya di atas kolam renang. Di teras mereka berpelukan mesra. Violet hanya
mengenakkan baju tidur tipis.
Foto: "Paint People into The World" karya Orly Faya
@@@@@@@@@@DDDDDDDDDPPPPPPPPPPPPPPPPPPPP
Menepati Janji
“Bajingan
kamu! Berani sekali menyakiti anakku!” Suara bapak meledak di ruang tengah
rumahku. Entah kapan beliau masuk. Anak sulungku menangis di belakang bapak
yang mengata-ngatai suamiku. Tampaknya,
anakku yang memberitahu keributan kami. Rumah kami memang berdekatan.
Tanganku masih memegangi pipi yang nyeri sehabis ditampar.
Aku tak tahu apakah bapak melihat aku ditampar atau tidak? Umpatan-umpatan tak
berhenti hingga bapak menarikku keluar rumah. “Ayo pulang!” paksa bapak. Aku
bertahan tak mau ikut. Namun hentakan tangan bapak menguat. Sambil menunjuk suamiku, terdengar
teriakan kerasnya, “Besok urus perceraian kalian!” Aku terkejut mendengarnya.
Bahkan bapak tak menggubris permintaanku tetap di rumah.
“Sampai
setua ini, tak pernah aku menampar Essi. Kamu enak saja menamparnya. Sama saja
kamu menantangku! Mata bapak melotot namun kepala suamiku tertunduk. Tak berani
ia menatap bapak. Kelakuannya tak seperti saat menyakitiku selama ini. Pemarah,
cemburuan, dan ringan tangan.
Aku tak
menyangka bapak murka hingga keluar kata-kata kasar kepada suamiku. Selama ini
bapak pribadi yang lembut namun tegas dalam bertindak. Menyakitiku benar-benar
telah melukai hatinya. Aku duduk di sofa dipeluk mamah. Dada bapak masih
turun-naik. Sesudah terdengar helaan nafas barulah bapak berucap pelan. “Sejak
awal bapak tak setuju pernikahanmu dengannya. Tapi kamu membangkang terus nekad.
Lagi pula, dia itu hanya anak buruh yang tak sederajat dengan keluarga kita.
Kamu itu anak perempuan satu-satunya. Cantik, sekolahnya tinggi, punya jabatan mentereng
di kantor. Kenapa mau sama si goblok
itu?” Selain mengungkit masa lalu atas pilihanku, bapak tak peduli merendahkan
suamiku dan keluarganya. Baginya, bibit, bobot, bebet, adalah mutlak dalam
menentukan pasangan. Penjelasanku hanya dijawab gelengan kepalanya. “Kamu harus
bercerai dengan suamimu! Tak ada tawar-menawar lagi!” Rangkulan mamah kian
erat.
“Turuti
perintahku atau kamu takkan bertemu bapak lagi!” Bapak tiba-tiba jatuh
tersungkur sambil memegangi dadanya. Tubuhnya mengelojot sebentar lantas diam.
Gambar: ruangmimpiii.blogspot.co.id
Komentar
Posting Komentar