CTPS




Cinta-Nya,
Tak Pernah Salah


"Bisa jadi kamu membenci sesuatu, padahal ia amat baik bagimu, dan bisa jadi kamu menyukai sesuatu, padahal ia amat buruk bagimu. Allah mengetahui, sedang kamu tidak mengetahui" (QS. Al Baqarah: 216)

            Aku sempat memaki Tuhan dalam doa-doaku gegara keinginanku berjalan dengannya selalu terhalang. Dalam setiap doa dan pintaku, harapku tentangnya selalu saja disamarkan bahkan sering hilang dalam setiap rapalan doa yang kupanjatkan. Semakin aku memaksakan kehendakku pada-Nya, semakin deras pula bayangnya berangsur menghilang. Aku terus merutuk mengapa Tuhan tak mau mengabulkan doaku atasnya....
            Namun, satu hal yang tak bisa kupungkiri. Selalu ada perasaan nyaman setelah aku mengumpat dan memaki Tuhan dalam setiap doa-doaku yang meminta-Nya mengabulkan dia untuk aku.
            Mataku tak rabun. Mataku tak berbelek ketika melihat dia yang selalu kupintakan pada-Nya, dipegang erat pinggangnya saat melaju di atas motor yang juga pernah membawaku. Ada seorang wanita duduk di jok belakang motornya, menggelayut mesra segenap tubuhnya pada dia yang selalu kumintakan pada-Nya. Cara menjatuhkan tubuhnya di punggung si dia-ku menunjukkan sebuah hubungan yang bukan sesaat.
            Otakku memutar kenangan mundur padanya mengapa ia selalu memaksa aku mengeratkan tangan pada pinggangnya saat melaju dengan motornya. Aku tak pernah mau karena aku berhijab dan dia belum seutuhnya milikku dalam sebuah ikatan. Makanya, aku terus memaksa Tuhan supaya Dia segera mengukuhkan dia untukku. Hanya helaan nafas dan emosi terbakar menyaksikan pemandangan itu. Aku berlari menyeberang jalan menuju sebuah musala. Akan kutenggelamkan diriku di sana dan mengadu pada-Nya. Juga memaki Dia yang selalu saja menampakkan keburukan dia-ku.
            "Maaf," ucap pria yang keluar dari mobil. Aku tak sengaja menabrak pintu mobilnya. Kebanyakan melamun membuat aku tak menyadari ada seseorang yang keluar dari mobil yang terparkir di depan musala yang akan kumasuki. Seharusnya aku yang minta maaf namun kenapa dia? Aku tersenyum seraya mengucapkan maaf sudah menabrak pintu mobilnya yang terbuka tiba-tiba. Ia tersenyum. Kedua tangannya mengatup di depan dagunya yang terbelah. Berdekik... Ia bahkan mempersilakan aku duluan masuk ke musala. Senyumnya tetap bergelayut sampai aku sudah ada di dalam musala. Ia kemudian menyusul masuk dan langsung berbelok menuju tempat berwudhu.
            Empat kali aku bersujud di atas sajadah, 4 kali pula wajah berdagu membelah selalu melintas pikiranku. Sembah pujianku pada-Nya, sepertinya diganggu kehadiran wajah pria yang pintu mobilnya kutabrak tadi. Dan akhir zuhurku membuatku makin terpana melihat pria itu. Ia duduk bersila. Tangannya memegang hape namun lamat-lamat aku mendengar alunan merdu suara mengaji. Pria itu mengaji. Membaca ayat-ayat-Nya.
            "Kok senyum-senyum sendiri?" Pundakku ditepuk pelan mendadak. Aku terkejut dan spontan menoleh pada si penepuk. Ia tersenyum. Senyumnya membuat kian dalam belahan pada dagunya, menurut perasaanku.
            "Tuh anak-anak sudah nggak sabar nunggu mamanya. Ini mamanya malah senyum-senyum sendiri sehabis salat. Perjalanan kita masih jauh." Aku melihatnya lebih seksama yang membuatnya bertanya lagi.
            "Aku tahu yang mama pikirkan?" Ia menyergah untuk mengakhiri tatapanku. Aku hanya terdiam mendengar ucapannya.
            "Aku juga tidak pernah tahu kenapa Tuhan membelokkan aku ke musala ini dan harus mama yang menabrak pintu mobil papa, kala itu. Papa malu sama Tuhan yang sering papa umpat dan maki gara-gara tak pernah mengabulkan doa-doa agar mendekatkan pada gadis yang papa incar. Dan ternyata..., ada sosok yang lebih baik dari keinginan papa saat itu." Aku hanya tersenyum tipis mendengar penuturannya, mengingat memori lama di musala yang kini kami kunjungi.
            Satu hal, aku tak pernah menceritakan padanya betapa aku juga sepertinya. Sering memaki dan mengumpati Dia dalam setiap doa-doaku. Kelakuan kami sama. Tak percaya pada kebesaran Tuhan hingga akhirnya Tuhan menunjukkan kuasa-Nya secara mudah. Kun fa yakun. Terjadilah penyatuan itu, aku dan dia.
            "Cinta Takkan Salah jika DIA yang memilihkan".
            Aku bergegas membereskan peralatan salatku. Buru-buru meraih tangannya dan mencium dengan lembut. Dia, pria berdagu belah, menarikku perlahan dan menggandeng tanganku. Kami meninggalkan musala kenangan. Entah kapan kami akan bisa mampir lagi. Bulan depan aku dan anak-anak harus mengikutinya yang dipindahtugaskan ke Hawai. Ia dipromosikan ke sana selama.., entah berapa lama perusahaan akan menugaskannya.



Komentar

Postingan populer dari blog ini

PIYAMBAKAN

SENGAJA DATANG KE KOTAMU

KIRIMI AKU SURAT CINTA