MISTERI 49
Semakin mendekati hari kelahirannya yang seminggu lagi, bukannya membuat
Tinuk senang tapi malahan gelisah. Terlebih lagi ibunya berjanji akan datang
mengunjunginya. Dan kedatangannya kali ini tidak semata-mata hendak merayakan
dan mensyukuri 49 tahun usia Tinuk.
“Saat usiamu 49 tahun, ibu akan
datang dan meruwatmu. Kamu tahu 49 itu kalau dijumlahkan ketemunya angka 13.
Kamu tahu kan angka 13 itu apa? Terus
apabila 13 dijumlahkan, kedua angkanya, 1 dan 3, menghasilkan angka 4. Tahu
angka 4 itu apa artinya?” Perkataan ibunya terus terngiang dikepala Tinuk. Apalagi
kalau bukan gegara angka 13 dan 4 yang tidak bermakna baik. Tinuk berusaha
menepiskan apa yang diomong ibunya dengan banyak berdoa.
Tinuk menikah diusia 40 tahun. Dan selama hampir sembilan tahun
pernikahannya, Tuhan belum memercayainya memiliki buah hati. Meskipun demikian,
tak sedikit pun cinta Nanu kendur atau berpaling darinya. Bahkan Tinuk
merasakan gelora asmara yang kian melangit jelang usia ke-49.
Tiga hari menjelang perayaan hari kelahirannya, Tinuk merasakan sekujur
tubuhnya tak nyaman. Semua rasa menyatu dalam tubuhnya. Nano-nano, kata iklan permen. Sementara itu, pekerjaan kantor
menumpuk dikejar target harus rampung sebelum minggu depan. Ada rapat besar di
kantor pusat minggu depan dan laporan harus sudah selesai.
Pertahanan Tinuk akhirnya roboh. Sehari jelang perayaan hari kelahirannya,
Tinuk pingsan di kantor. Nanu panik mendengar kabar isterinya pingsan. Menurut teman
kantornya, setelah menerima telepon dari seseorang, Tinuk terduduk kemudian
pingsan. Nanu mengecek siapa yang menelpon Tinuk. Ia melihat nama Bu Soelista.
Dari pesan singkat diketahui Nanu bahwa ibu
Tinuk sedang dalam perjalanan menuju kediaman mereka.
Nanu memandangi Tinuk di ruang IGD. Dokter jaga sedang memeriksa
keadaan isterinya itu. Ditemani sahabat
Tinuk di kantor, Nanu diingatkan untuk tenang dan tidak terlihat cemas supaya kalau
Tinuk sadar ia mendapat penguatan. Berulang kali Nanu menghela nafas. Hatinya
semakin terbawa perasaan apalagi setelah menerima telepon dari asisten rumah
tangganya yang mengatakan ibu mertuanya sudah ada di rumah. Dalam kecemasannya,
dokter jaga memanggilnya. Ada yang hendak disampaikan rupanya.
Dokter jaga IGD menyatakan Tinuk dalam kondisi baik. Tak ada penyakit
serius yang dideritanya. Bu Tinuk hanya kelelahan, penjelasan Sang Dokter
membuka obrolan. Bibirnya menyunggingkan senyuman. "Tubuhnya agak sedikit demam," lanjut dokter. "Juga ada radang ditenggorokan," ujarnya menambahkan. Sesaat Nanu
merasa lega. Ia pun menarik nafas panjang dan dalam. Sahabat Tinuk masih menemani
Nanu. Ketika Nanu masih menata perasaannya, dokter jaga tadi mengulurkan
tangannya. Senyum masih mengembang di wajahnya.
“Selamat, Pak? Putra ke berapa?” Nanu menerima uluran tangan dokter seraya
melongo. Raut tak percayanya tetap ditingkahi senyuman si dokter IGD.
Sesudah Nanu memberikan penjelasan secukupnya, barulah si dokter
menganggukkan kepalanya. Bibirnya tetap menyunggingkan senyum ikut berbahagia. Nanu
memandangi Tinuk yang masih terpejam matanya. Ingin ia langsung mengatakan
keajaiban apa yang terjadi. Sahabat Tinuk yang ikut mendengar penjelasan dokter
menutup mulutnya. Takjub melihat kondisi sahabatnya yang lama menanti sebuah
anugerah.
Nanu mendekati Tinuk. Menggenggam lembut telapak tangan isterinya kemudian
mencium keningnya. Terdengar ucapan hamdalah
berulang kali. Di dekat Tinuk, Nanu menelpon ibu mertuanya, mengabarkan
berita ajib yang barusan didengarnya. “Kami akan memiliki...” Sambungan telepon
diputus mendadak. Sebuah pesan masuk....
Tinuk dirawat di rumah sakit
mana? Tulis Bu Soelista.
Rona wajahnya sumringah mendengar kabar dari menantunya. Ia bahkan lupa
hendak meruwat anaknya yang akan berusia 49 tahun sehari lagi.
Komentar
Posting Komentar