SP



Sang Pengiring

           
Yudan menyusuri jalan desa beraspal kasar setelah berpamitan pada kakek dan neneknya. Katanya kepada kedua orang tua itu ia hendak bersepeda keliling desa sesudah subuhan. Waktu subuh masih 15 menit lagi. Hawa subuh langsung menyergap tubuh Yudan yang pagi itu berbalut sweather pemberian isterinya. Kaos lengan panjang yang dikenakan itu hadiah ulang tahunnya. Pagi yang dingin, suasana desa yang sepi dan lengang tidak menyurutkan hasrat Yudan untuk salat subuh di Musala Al Kahfi. Kata kakekenya, musala itu seperti menyimpan suasana mistis. Hati akan terasa tenang dan damai jika sujud di situ. Pagi itu, Kakek Yudan tak bisa ikut karena tubuhnya demam.
            Onthel tua milik Sang Kakek masih bisa melaju tanpa suara deritan layaknya sepeda-sepeda tua kebanyakan. Dari jauh, sayup-sayup suara orang mengaji sudah terdengar. Yudan setengah memacu onthel untuk mempercepat perjalanan. Ia berharap segera berada di Musala Al Kahfi supaya bisa melaksanakan salat tahiyatul masjid sebelum azan dan salat qobliyatul subuh setelah azan.
            Lantunan surat At Taubah sebentar lagi usai. Yudan kebetulan hafal beberapa ayat terakhir surat itu. Musala Al Kahfi mulai tampak. Tak benderang cahaya di situ. Cenderung malah temaram. Musala yang tak begitu luas itu sudah berisi jemaah subuh. Yudan memberi salam. Walaikumsalam, jawab serempak jemaah Al Kahfi. Beberapa di antaranya menengok melihat siapa yang masuk. Mereka mengulas senyum kepada Yudan. Akhir surat At Taubah hampir terdengar, Yudan bergegas melakukan salat tahiyatul masjid. Allahu Akbar. Terdengar suara takbirnya memulai salat. Dan ketika Yudan membaca Al Fatihah di rakaat kedua, azan subuh berkumandang nyaring oleh muazin.
            Bertepatan azan subuh selesai, tuntas juga Yudan bertahiyatul masjid. Ia lantas berdiam diri sebentar, seraya mengucapkan istighfar 5x kemudian segera berdiri dan melakukan salat qobliyatul subuh 2 rakaat. Salat sunnah ini lebih baik daripada dunia dan seisinya. Begitu sebuah riwayat mengatakan. Yudan terlihat menikmati salat sunnahnya. Hatinya merasa nyaman, pikirannya pun tenang. Saat ada jeda menunggu iqomah, Yudan kembali ber-istighfar. Ia teringat ajakan Rasulullah SAW yang rajin ber-istighfar, mohon ampunan-Nya. Tiba-tiba masuk seorang pria berjubah putih dengan janggut putihnya, ke dalam musala.
            Kedatangan pria berjubah dan berjanggut putih ke Musala Al Kahfi membuat jemaah terkejut. Spontan mereka berdiri dengan sikap hormat serta mencium tangannya. Yudan hanya bisa melongo melihat pemandangan itu. Belum pernah ia melihat hal semacam ini sebelumnya, di tempat tinggalnya. Orang tua yang duduk di sebelahnya menyolek, menyuruh Yudan ikut mencium tangannya. Hati kecil Yudan enggan namun bagai ada magnet yang menariknya untuk berdiri dan mendekati pria berjubah putih tersebut. Tangan lembut Kyai Fathir, begitu para jemaah menyebut namanya, terasa oleh Yudan. Raut wajah kyai itu tampak berkharisma.
            Seorang pria bersorban, mungkin seseorang yang dituakan di musala, mempersilakan Kyai Fathir menuju mimbar imam. Pria tua itu membungkukkan badannya ketika kyai berkharisma itu melewatinya. Kyai Fathir langsung menghadap kiblat, tak lama berselang terdengar alunan iqomah Sang Muazin musala. Kyai Fathir tak menengok ke belakang lagi. Para jemaah subuh bergerak sendiri mengatur shaf. Mayoritas jemaah adalah para orang tua. Mereka merangsek ke shaf depan. Yudan sama sekali tak berusaha maju. Walhasil, ia ada dalam shaf terakhir. Di barisan keempat.
            Al fatihah pada rakaat pertama ditutup ucapan ‘aamiin’ bersamaan. Alif laam mim.., terdengar suara Kyai Fathir memulai sebuah surat. Dalam hati Yudan langsung tertuju kepada surat Al Baqaroh. Bakal panjang ayat yang dibaca namun demi subuh dan fajar, Yudan ingin menikmatinya dalam-dalam. Dan betul adanya, separuh lebih surat Al Baqaroh dibaca Kyai Fathir. Ajaib lagi, tak ada  desahan kesal atau pun melakukan gerakan gelisah. Begitu ayat 152 selesai, Kyai Fathir menyudahi rakaat pertamanya. Semua jemaah ruku dan sujud. Dan ketika sujud, justru hati Yudan yang gelisah dan kaget. Sujud terasa lama karena ada bacaan tambahan yang dilakukan Kyai Fathir. Namun yang benar-benar membuat Yudan terkejut saat ia melihat bagian belakang dari sela-sela kaki. 
            Sebagai jemaah di barisan akhir, shaf di belakang Yudan tak ada. Secara kebetulan tak ada jemaah wanita di musala Al Kahfi, subuh itu. Dalam sujud dan rapalan doa-doa, Yudan melihat di belakangnya banyak makhluk bercahya putih sedang ikut bersujud pula. Wujudnya tak seperti dirinya. Shaf yang terbentuk di belakangnya nyaris dipenuhi makhluk-makhluk bercahya tersebut. Lama-kelamaan karena melihat terus cahaya putih yang menyala tersebut, Yudan merasa silau....
            Yudan terjaga gegara pipinya terasa hangat. Lirih ia mendengar lafaz ‘Laa Illaha Illalahu’ berulang-ulang. Pada saat kelopak matanya terbuka, ia hampir berteriak namun suaranya tercekat. Ternyata di hadapannya Kyai Fathir sedang memegang pipinya. Dan kali ini yang didengarnya lafaz ‘alhamdulillah’. Yudan terbaring.
“Tak seperti yang kau bayangkan, Nak!” ucap Kyai Fathir lembut. Telapak tangan kanannya kini mengusap lembut kepala Yudan. Bibirnya tersenyum. Janggut putihnya menjuntai mengenai wajah Yudan.
Rasa penasaran masih menggelayuti pikiran Yudan. Dengan sedikit keberanian ia menanyakan kepada Kyai Fathir siapa makhluk bercahaya yang dilihatnya. Tangan Sang Kyai masih mengusap kepala Yudan. Mulutnya bergerak tipis, menguarkan doa-doa yang tak terdengar.
“Itu karna khusyukmu beribadah. Sehingga kau seperti melihat makhluk bercahya,” Kyai Fathir coba menjelaskan. Sementara itu, jemaah lain masih mengerubungi Yudan yang tadi sempat pingsan dan terbaring.
Tiba-tiba mata Yudan menyipit. Dari sela-sela jemaah yang berjejer di dekatnya, ia melihat makhluk-makhluk bercahaya itu keluar satu per satu melewati pintu depan musala. Pintu yang tadi dilewati Kyai Fathir. Mulut Yudan mengatup tak bisa berkata-kata dan bertanya lagi. Usapan lembut Kyai Fathir masih dirasakan Yudan juga senyumnya masih mengembang. Ada satu hal lagi yang membuat Yudan tak bisa berkata-kata. Dari penglihatannya, ada makhluk bercahya setinggi langit-langit musala. Dia berdiri dekat pintu musala. Tampaknya dia sedang menunggu seseorang??



Komentar

Postingan populer dari blog ini

PIYAMBAKAN

SENGAJA DATANG KE KOTAMU

KIRIMI AKU SURAT CINTA