STEREOGRAM KAKBAH
Ucapan syukur hamdalah
bergema di dalam Masjid An Najm. Adalah jemaah isya yang senang mendengar
penuturan Ustaz Maliq yang mengatakan tahun ini Masjid An Najm memperoleh izin
melaksanakan salat iduladha. Sejak masjid direnovasi, daya tampung menjadi
lebih banyak. Masjid yang semula hanya berlantai 1, kini sudah bertingkat . Ditambah
lagi halaman masjid yang sudah dirapikan dan dipasangi peneduh. Memungkinkan
untuk melaksanakan salat jumat atau salat hari raya sekali pun. Takmir masjid
pun sudah lebih tertata kepengurusannya. Jufri beruntung bisa ikut merawat
masjid ini. Ia menggantikan ayahnya yang meninggal setahun yang lalu. Selain
bisa tinggal di masjid cuma-cuma, ia pun rajin memperdalam ilmu agama melalui
Ustaz Maliq. Tekadnya sudah bulat ingin berdakwah.
Sesudah
idulfitri kemarin, Ustaz Maliq bersama takmir masjid berupaya keras melobi.
Harapan mereka masjid An Najm tidak hanya bisa melaksanakan salat wajib saja
namun juga bisa melaksanakan salat jumat maupun salat hari raya. Juga kegiatan-kegiatan
islami lainnya. Renovasi dan perluasan bangunan masjid menjadi awal semua
impian takmir masjid. Dan mereka lega, Hari Raya Iduladha tahun ini menjadi
awal kegiatan-kegiatan islami di Masjid An Najm.
Salah satu yang juga diperbaharui adalah karpet salat.
Karpet salat lama yang bermotif masjid digantikan karpet salat bermotif angkasa
malam dengan taburan bintang-bintang. Seorang pengusaha karpet dari luar kota
menyumbangkan karpet salat bermotif angkasa malam tersebut. Entah siapa yang
melobi pengusaha tersebut hingga mau menyumbang. Jufri belum sempat menanyakan
kepada Ustaz Maliq. Karena begitu renovasi kelar, mendapat kesempatan
melaksanakan kegiatan islami, proses penataan di dalam masjid terus berlanjut.
Jufri juga tak sendiri lagi mengurusi masjid. Ada 2 orang yang membantunya.
Keduanya anak yatim piatu, yang oleh Ustaz Maliq diizinkan tinggal di masjid
seperti Jufri. Ada 2 kamar yang memang dipersiapkan ketika renovasi kemarin. Ketiganya,
selain beroleh uang saku, urusan perut juga ditanggung takmir masjid. Dimuliakan
ketiga marbot tersebut. Adapun untuk
perawatan kebun dan halaman masjid, takmir masjid menyewa perusahaan yang
kompeten di bidang pertamanan.
***
Karpet salat
sumbangan sudah digelar akhir bulan syawal. Karpet ini lebih halus, lebih
tebal, lebih wangi, dan lebih lembut daripada karpet lama. Jufri sudah
merasakan sendiri nikmatnya bersujud di atasnya. Motif taburan bintang juga
menambah khusyuk, menurut Jufri, juga beberapa jemaah yang sudah merasakan
karpet baru ini. Apabila sedang salat dan berdiri kemudian mata fokus memandang
ke bawah, hamparan bintang-bintang itu seakan menyedot suksma ke dalamnya.
Seperti masuk ke dalam sebuah dimensi yang berbeda yang lebih tenang dan damai.
Sempat terpikir oleh Jufri untuk menanyakan kepada jemaah tentang pengalaman melakukan
salat setelah karpet salat diganti. Ustaz Maliq ketika Jufri ajak diskusi
sangat setuju. Beliau lantas mempersilakan Jufri mengerjakan secepatnya, survei
kecil-kecilannya.
“Saya kira, apabila ada sesuatu yang baru di masjid ini,
kita tanyakan kepada jemaah dan kita mengetahui pendapatnya, tentu akan sangat
bagus,” ujar Ustaz Maliq pada suatu subuh. Kala itu, Jufri diajak mengobrol
oleh Ustaz Maliq. Pembentukan takmir masjid dan merekrut orang-orang semacam Jufri
beserta 2 temannya, merupakan terobosan Ustaz Maliq yang menginginkan Masjid An
Najm lebih bagus dan lebih maju. Jufri dan kedua temannya tidak hanya berfungsi
sebagai marbot namun juga mau
diberdayakan lebih. Oleh karena itu, Ustaz Maliq berjanji akan mengikutkan
Jufri dan kedua temannya dalam pelatihan maupun workshop mengenai pengelolaan masjid atau hal-hal lain demi baiknya
Masjid An Najm.
Suatu petang selepas salat maghrib, Jufri menerima
kunjungan seseorang yang berniat kurban di Masjid An Najm. Seperti tahun-tahun
kemarin, Masjid An Najm menerima sumbangan hewan kurban dari siapa saja yang
berniat. Maghrib itu, Jufri menerima sumbangan dari keluarga Afisah. Menurut
pengakuan Afisah yang lain, tahun kemarin ia menunaikan ibadah haji dengan
bimbingan Ustaz Maliq. Pada kesempatan itu, Afisah menanyakan Ustaz. Selain
urusan kurban, ia juga ingin menawarkan kerja sama lain. Afisah lantas
mengeluarkan sebuah buku tebal dari tas ranselnya. Ia meletakkan buku tebal
tersebut di hadapan Jufri. Judul besar buku itu: MOSAIC OF HARAMAIN, A—Z
Catatan Inspiratif Perjalanan Haji. Penulisnya Etyastari Soeharto. Buku tebal
itu adalah: a true story. Sesaat Jufri
terdiam. Ia mengambil buku yang diletakkan Afisah. Membuka kaver dan melihat
halaman depannya. Ingatannya tiba-tiba menyeruak. Jufri merasa tidak asing
melihat buku itu. Akan tetapi dimana ia melihatnya?
“Jadi begini Mas,” ucap Afisah setelah Jufri memegang
buku tebal itu, “Saya ingin bertemu Ustaz Maliq, selain ingin memberitahukan
kalau keluarga kami hendak berkurban di sini, juga ingin bisa memakai Masjid An
Najm melakukan kajian mengenai isi buku ini. Kebetulan saya kenal baik dengan
penulisnya. Kami, dulu, sama-sama naik haji dibimbing Ustaz Maliq.” Jufri
mengangguk sesudah mendengarkan penjelasan Afisah.
“Tentunya dengan senang hati apabila Mbak Afisah mau
beracara di Masjid An Najm. In sha allah,
saya sampaikan kepada Ustaz Maliq. Kebetulan juga, kami sedang mulai
memberdayakan masjid untuk kegiatan-kegiatan keislaman. Apabila waktunya sudah
pasti dan masjid sedang tidak dipakai, pasti Ustaz Maliq akan menerimanya.
Apalagi Beliau mengenal Mbak Afisah.” Senyum Afisah terlihat lega mendengar
jawaban dari Jufri. Tak lupa, Jufri memotret kaver buku tersebut untuk nanti
ditunjukkan kepada Ustaz dan takmir masjid. Sesudah memotret, sebuah senyum
kecil menghiasi bibir Jufri. Rupanya ia sudah ingat dimana pernah melihat buku
tulisan Etyastari Soeharto tersebut. Ia melihat buku itu di akun teman
fesbuknya.
“Saya juga pernah melihat buku ini!”
Mata Afisah agak melebar seraya berseru, “Ohya? Dimana
melihatnya, Mas?” Jufri lantas menceritakan akun teman fesbuknya. Afisah mengangguk.
Wajahnya juga terlihat sumringah
senang mendengar penuturan Jufri.
“Klop kalau gitu! Saya titip buku ini untuk Ustaz Maliq,
ya!” Sambil berpamitan, Afisah menyerahkan buku yang tadi sempat dipotret
Jufri.
Kadung
aku potret buku ini, batin Jufri
terkekeh.
“Pasti.., pasti, saya sampaikan. Dan saya rasa kajian ini
bisa dilaksanakan. Kapan kira-kira waktunya, Mbak?” Afisah menjanjikan secepatnya
mengabarkan lagi. Sebelum benar-benar pergi, ia minta nomor ponsel Jufri. Mereka
pun lantas bertukar nomor ponsel.
“Aku bisa membacanya lebih dulu sebelum menyerahkan pada
Ustaz Maliq,” gumam Jufri. Malam ini Sang Ketua Takmir Masjid mengisi ceramah
di masjid lain. Oleh sebab itu, sejak maghrib beliau tak tampak di Masjid An
Najm.
Selepas salat isya, sesudah tadarus Alquran, Jufri mulai
membaca Mosaic of Haramain. Kedua
temannya sesama marbot masih asyik
bertadarus Alquran, di pojokan masjid. Sementara Jufri ada di tengah
masjid. Satu demi satu pengalaman batin
dan spiritual yang tersaji dari tulisan si penulis, Etyastari Soeharto,
diresapi dan dimaknainya. Salah satu yang membuat Jufri merinding, adalah
kepergian berhaji sang penulis. Ets, Ety biasa menyebutkan singkatan namanya,
mengatakan bahwa kepergiannya ke Tanah Suci semata karena Allah. “Saya
berangkat haji kan memang nggak punya uang. Saya bisa berangkat, karena
segalanya dicukupkan sama Allah. ATM saya ya Gusti Allah.” Sesaat Jufri menghela nafas. Cerita yang
dikisahkan Ety, benar-benar membuatnya makin percaya pada Allah Swt. Terlebih setelah
Ety melanjutkan tulisannya. “Saya dicukupkan oleh banyak keajaiban dari Allah.”
Mengakhiri kalimat ini, tak terasa Jufri meneteskan air mata. Ia seketika
menyamakan keadaan Ety dengan dirinya. Ia yang berasal dari keluarga sederhana
namun dalam hatinya punya keinginan kuat pergi ke Tanah Suci. Mata Jufri
terpejam kemudian melantunkan sebaris doa dalam hati, Ya Allah izinkan aku mengunjungi rumah-Mu, aamiin. Setelah berdoa
sebentar itu, air mata Jufri meleleh lagi.
Dan sebelum menutup buku tersebut, Jufri membaca sedikit
lagi. Bibirnya tersenyum ketika mendapatkan tulisan Ety yang mengatakan, “Waktu
itu saya berangkat ke Donohudan (asrama haji di Solo) bawa uang 500 ribu sisa
persiapan, sama 50 riyal pemberian teman. Bahkan paket data saya belum saya
isi.” Dari sedikit tulisan yang dibaca Jufri itu, ceritanya memang
mengharu-biru. Ada senang, sedikit susah, dan keajaiban. Otak Jufri lantas
berpikir, tentu akan jadi sajian istimewa jika penulis buku ini mau berbagi
kisahnya secara langsung di Masjid An Najm. Jufri menutup buku, kemudian
menggeletakkan badannya di atas karpet salat nan lembut. Ia akan menghubungi
Afisah secepatnya dan menyampaikan bahwa masjid bisa menerima kerja sama acara.
Jufri sangat yakin, Ustaz Maliq akan menyetujui, terlebih Afisah dan Ety pernah
berhaji bersama Ustaz Maliq. Tadarus yang semula masih terdengar Jufri,
lambat-laun menghilang. Ia memasuki alam alpha yang tenang dan damai.
Dini hari Jufri terbangun. Kebiasaannya bangun dini hari
untuk tahajud. Ini sudah ia lakukan sejak mukim di Masjid An Najm. Dini hari
itu, ia hanya sendirian. Kedua temannya, yang semalam bertadarus, tak tampak di
pojok mereka duduk. Mungkin tidur di kamar. Sesudah berwudhu, Jufri langsung
menghamba. Niatnya lurus semata karena Allah. Matanya memandang ke bawah.
Karpet salat tampak hamparan bintang di angkasa malam. Dengan segenap jiwa dan
raga ia menikmati ibadah malamnya.
Tiba saatnya Jufri berzikir, sengaja ia tak memejamkan
mata. Pandangan tajamnya ke bawah melihat hamparan bintang-bintang yang
bertaburan di karpet salat. Dan tanpa sengaja, Jufri bagai tersedot masuk ke
dalam karpet. Lafaz zikirnya tetap terlantun. Tiba-tiba Jufri melihat Kakbah. Hanya
Kakbah saja, tak ada lainnya. Kakbah dinaungi hamparan bintang-bintang di
langit malam. Matanya lantas menyapu ke kiri dan kanan. Nihil. Namun, di antara
bintang-bintang yang bertaburan, Jufri tak sengaja melihat tulisan Hub: +62 822
16777169.
Tiba-tiba yang dilihat Jufri hamparan karpet salat lagi.
Ia seperti tercerabut dari dimensi yang tadi dilihatnya. Dan Kakbah juga sudah
tak tampak lagi. Jufri sempat tercenung, zikirnya terhenti. Ia buru-buru
mencatat nomor yang dilihatnya tadi. Jufri sudah mengira, angka yang dilihatnya
tadi adalah nomor ponsel seseorang. Sesudah memikirkan gambar Kakbah, nomor
ponsel yang ada dalam karpet salat, Jufri melanjutkan berzikir. Kini ia
pejamkan mata. Konsentrasi penuh melafazkan zikir dan asma-asma Allah tanpa
menatap karpet salat. Dan ia menemukan ketenangan, sesudahnya.
Selesai
tahajud dan berzikir, Jufri mengirimkan pesan singkat ke nomor ponsel yang
dicatatnya tadi. Status pengiriman SMS-nya, terkirim. Selang beberapa menit
kemudian, Jufri menerima balasan dari nomor yang tadi dikirimi SMS. Bunyinya: Terima kasih Anda telah menghubungi PT.
Sindratex Thama. Selamat Anda terpilih menerima hadiah umroh. Silakan hubungi
nomor ini untuk penjelasan lebih lanjut. Jufri tercengang membaca pesan
yang diterimanya. Mulutnya sempat bersorak. Namun buru-buru ia mengucapkan istighfar. Akal sehat Jufri langsung
berputar. Ia juga tak mau memercayai begitu saja. Aku harus menanyakan ini pada Ustaz Maliq, lirih suara Jufri.
***
Melihat
Ustaz Maliq sudah menyelesaikan zikir subuhnya, Jufri mendekat. Belum lagi
Jufri berkata-kata, Ustaz Maliq sudah bertanya, “Semalam ada yang cari saya,
Juf? Mbak Afisahkah?” Jufri langsung mengangguk.
“Benar,
yang datang Mbak Afisah. Beliau menitipkan hewan kurban keluarganya. Selain
itu, Mbak Afisah juga menawarkan kerja sama.” Jufri lantas menyerahkan buku
yang dititipkan Afisah. Ustaz Maliq menerima buku sambil manggut-manggut.
“Kata
Mbak Afisah, ia dan penulis buku itu mau mengadakan kajian di masjid kita ini.
Bagaimana menurut Ustaz?” Ustaz Maliq sambil mendengarkan cerita Jufri, ia
membolak-balik buku tulisan Etyastari Soeharto itu.
“Semalam
saya sudah membaca beberapa cerita dari buku itu. Sangat mengharu biru
kisah-kisahnya juga bisa menginspirasi orang lain yang mau berangkat haji.
Menurut saya, kalau penulisnya membagikan pengalaman berhajinya kepada jemaah
An Najm, akan sangat menginspirasi dan memotivasi. Kalau Ustaz setuju, nanti
saya segera hubungi Mbak Afisah.” Lagi-lagi Ustaz Maliq hanya manggut-manggut.
Ia tetap membolak-balik lembaran dibuku tersebut.
Setelah
mengeksplorasi lembar demi lembar buku Mosaic
of Haramain, mulailah Ustaz Maliq berkomentar dan berusaha menjawab
pertanyaan Jufri. Katanya, kalau memang Jufri dan kedua temannya bisa
menyelenggarakan acara ini, silakan saja dilaksanalkan. “Dan nanti, sudah pasti
akan ada bazar buku serta penawaran buku tulisan Etyastari Soeharto itu.”
“Siap
Ustaz! Saya siap melaksanakannya. Matur nuwun.”
“Ada
lagi yang mau kamu tanyakan?” tanya Ustaz Maliq sembari bibirnya mengulas
senyuman. Maka mulailah Jufri menceritakan perihal gambar Kakbah di karpet
salat. Dahi Ustaz Maliq mengernyit mendengar cerita Jufri. Tapi sejurus
kemudian, Ustaz Masjid An Najm itu manggut-manggut. Ia lalu minta Jufri
menunjukkan gambar Kakbah tersebut. Mereka
lalu ke tengah masjid. Ustaz Maliq agak bingung karena dipikirnya gambar Kakbah
ada di semua karpet salat.
“Gambar Kakbah tidak di semua karpet, Ustaz!” Wajah Ustaz
Maliq kembali menampakkan kebingungan. Namun ia tetap mengikuti Jufri ke tengah
masjid. Tepat di tengah masjid, Jufri menunjukkan karpet yang dimaksud. Ustaz
Maliq tak melihat apa-apa di karpet kecuali hanya taburan bintang-bintang.
“Kakbah
dan nomor ponsel ada di dalam taburan bintang-bintang itu, Ustaz!” ujar Jufri.
Telunjuknya menunjuk ke karpet. Ustaz Maliq tetap tak mengerti maksud Jufri.
Yang dilihatnya hanya karpet yang ditaburi bintang-bintang di angkasa malam.
“Mana
Kakbah itu, Juf? Kenapa saya tak melihatnya!” Jufri tersenyum. Ia lupa
menyampaikan suatu hal.
“Jadi
begini Ustaz,” papar Jufri. “Karpet yang disumbangkan oleh pengusaha dari luar
kota ini adalah karpet stereogram.
Dari artikel yang saya baca, stereogram
adalah gambar yang bisa memunculkan bentuk tiga dimensi jika dilihat dengan
cara tertentu. Kita harus visualisasikan kedua mata kita. Baru nanti gambarnya
terlihat. Gambar Kakbah ada dalam taburan bintang-bintang itu, Ustaz!” Ustaz
Maliq menggeleng-gelengkan kepalanya.
“Trus
gimana caranya supaya Kakbah dalam karpet terlihat?” Ustaz Maliq tambah
penasaran. Gantian Jufri yang tersenyum. Ia pun bersiap mengajarkan cara
melihat bentuk tiga dimensi.
Sambil
menunjuk salah satu bintang di karpet, Jufri menjelaskan cara untuk melihat stereogram Kakbah. “Coba Ustaz
perhatikan bintang itu!” Jufri menunjuk salah satu bintang. “Fokus pada bintang
itu, Ustaz, nanti gambar tiga dimensi Kakbah akan muncul perlahan.” Dengan
segenap kemampuan Ustaz Maliq berusaha melihat gambar Kakbah yang dimaksud
Jufri. Kepalanya terus menggeleng menandakan ia selalu gagal melihat Kakbah.
“Susah!”
ujar Ustaz Maliq menyerah. Ia pun mengangkat tangan sembari tertawa. “Kalau
benar kamu melihat gambar Kakbah juga ada nomor ponsel di situ, hubungi saja
nomornya.”
“Sudah
saya hubungi. Mereka mengirim balasan seperti ini.” Jufri menunjukkan SMS yang
diterimanya dari PT. Sindratex Thama. “Nanti hubungi lagi saja nomor ponsel
itu! Siapa tahu benar adanya. Tetap harus waspada penipuan!” Jufri mengangguk.
Kepalanya sudah mengangankan yang iya-iya.
“Belum apa-apa sudah melamun, hahaha...! Aku tahu isi
lamunanmu,” ujar Ustaz Maliq yang tertawa lagi. Ia juga melangkah keluar masjid
mengikuti Jufri.
Pagi
hari, cuaca murung. Mendung menaungi angkasa. Jufri dan kedua temannya bersiap
bersih-bersih masjid. Hari ini mereka akan menghisap debu pada lantai dua. Ustaz
Maliq sudah berpamitan pulang. Sebelum pergi ke rumahnya, ia bilang kalau ada
sarapan bubur ayam di rumahnya. Jufri dan kedua temannya disuruh ke rumah.
“Nanti kalian sarapan di rumah, ya! Nyai sudah buat bubur ayam lezat. Mubazir kalau
kalian tak ikut sarapan.” Jufri mengucapkan terima kasih mewakili mereka
bertiga dan mengatakan akan ke rumah jika sudah selesai pekerjaan hisap debu
lantai dua.
Sebelum semua pekerjaan di lantai dua selesai,
Jufri mengajak kedua temannya ke rumah Ustaz Maliq. Menagih sarapan bubur ayam
buatan Nyai Maliq. Ketiganya disambut hangat keluarga Ustaz Maliq. Di sela-sela
mereka sarapan, lagi-lagi Ustaz Maliq yang masih penasaran dengan gambar stereogram Kakbah di karpet masjid,
menyuruh Jufri menelpon nomor ponsel yang dilihatnya di karpet. “Kamu jangan
lupa hubungi PT. Sindratex Thama. Tanyakan lebih mendetail!” Jufri hanya
mengangguk paham. Tanpa disuruh pun ia pasti akan menghubungi perusahaan
tekstil tersebut. Dan selesai sarapan ia pun menghubungi perusahaan tekstil
itu. Jam 8 lebih 15 menit kala Jufri mulai menelpon.
Telpon
Jufri disambut hangat penerima di seberang sana. Operator kemudian mengatakan
kepada Jufri untuk memberikan nomor telepon rumah. Atas persetujuan Ustaz
Maliq, ia mempersilakan Jufri memberikan nomor telpon rumahnya. Tak berselang
lama telpon rumah Ustaz pun berdering. Jufri yang langsung bicara dengan
penelpon dari sana. Tak tanggung-tanggung, Jufri ditelpon oleh Marketing Manager PT. Sindratex Thama.
Mereka kaget dan takjub bahwa ada yang menghubungi perusahaan tekstil serta
menanyakan perihal gambar stereogram Kakbah
di karpet produksi mereka. Selama telpon berlangsung Jufri hanya menjawab
pendek, “ya” dan sesekali menjelaskan pertanyaan yang perlu jawaban agak
panjang. Mengakhiri teleponnya, dan setelah gagang telpon diletakkan, Jufri
terisak menangis. Semua yang ada di rumah Ustaz Maliq saling berpandangan.
“Apa
yang mereka katakan, Juf? Mereka benar-benar perusahaan tekstil itu?” tanya
Ustaz Maliq cepat. “Cepatlah bicara jangan menangis gitu!” Jufri menarik nafas
panjang sebelum menjawab pertanyaan Ustaz Maliq.
“Saya
mendapat hadiah umroh, Ustaz!” Suasana ruang makan keluarga Maliq hening
sebelum akhirnya Sang Ustaz berteriak hamdalah,
alhamdulillah.... “Benar begitu, Juf?” tanya Ustaz Maliq tak percaya. Namun
anggukan kepala Jufri langsung membuat Ustaz yang dihormati itu memeluk Jufri
sambil terus mengulang-ulang kata hamdalah.
Kedua teman Jufri sesama marbot
masjid, mulanya hanya terdiam, menjadi ikut senang dan tertawa-tawa seraya
menepuk-nepuk tubuh Jufri.
“Jadi
kata manager yang tadi menelpon,
karpet yang ada di masjid kita merupakan produksi terbaru perusahaan. Mereka
memproduksi karpet stereogram dimana
ada gambar tiga dimensi di dalam taburan bintang-bintang tersebut. Dan gambar
Kakbah tiga dimensi tersebut hanya disebar di beberapa karpet. Tidak semua
karpet ada gambar Kakbah tersebut. Saya dibilang beruntung bisa menemukan
gambar Kakbah itu.” Sambil terisak Jufri memberikan penjelasan di rumah
keluarga Maliq. Ustaz Maliq matanya berkaca-kaca menahan haru.
“Bersyukurlah
pada Allah, Juf! Karena kuasa-Nya, karena rahmat-Nya, impian yang sering kamu
inginkan akan terlaksana. Ke Tanah Suci.” Tiba-tiba Jufri ambruk dan bersujud
mencium lantai rumah Ustaz Maliq. Meskipun lirih, semua di ruangan itu
mendengar lafaz Jufri yang mengucapkan hamdalah
dan takbir. “Alhamdulillah ya Allah.
Allahu Akbar!”
Dari cerita Jufri juga Ustaz Maliq tahu kalau perusahaan tekstil ini
berlokasi di Ungaran. Namun oleh pihak perusahaan, Jufri diminta segera
menghubungi kantor perwakilan Jogja saja. Ia diminta menemui Ibu Shiera Daenela. Alamat persisnya akan di SMS ke ponsel
Jufri. Dan sesuai perkataan manager
tadi, Jufri benar-benar di SMS. Dalam SMS itu tercantum alamat kantor
perwakilan PT. Sindratex Thama, berikut nama Ibu Shiera Daenela sebagai kontak
personal yang harus dihubungi, berikut nomor telpon kantor.
“Nanti
saya yang akan mendampingi kamu ke sana,” ucap Ustaz Maliq. Tak putus-putus ia
memeluk anak piatu tersebut. Sekelebatan, Ustaz Maliq mengingat bakti ayah
Jufri selama ini. Orang tua yang abdikan dirinya di masjid hingga akhir
hayatnya.
“Kalau
boleh saya tahu, kamu akan mengajak siapa ke Tanah Suci kelak?”
“Ibu!
Beliau pengganti ayah. Sepantasnya, umroh ini untuk ayah dan ibu. Tapi karena
ayah sudah tiada, saya akan menemani ibu ke Tanah Suci.” Mata Ustaz dan Nyai
Maliq berkaca-kaca. Mereka merasa terharu mendengarnya. Sebuah keajaiban
barusan terjadi di rumah mereka. Siapa nyana karpet salat yang biasa untuk
sujud, di dalamnya ada karunia Illahi yang tak terduga. Jufri masih terisak tak
percaya.
“Saya
harap, kamu Jufri, dan kalian berdua, jangan ceritakan ke siapa-siapa dulu.
Biar nanti saya yang menyampaikan ke takmir dan jemaah masjid.” Ketiga marbot
Masjid An Najm mengangguk serempak. “Nanti, sehabis zuhuran, kita pergi
menemui Ibu Shiera. Jadi, beres-beres masjid harus kelar sebelum salat zuhur.”
Lagi-lagi ketiganya mengangguk, mematuhi perintah Ustaz Maliq. Mereka lantas
melanjutkan sarapan bubur ayam bikinan Nyai Maliq yang endess nikmat.
***
Bubar
salat zuhur, sesudah jemaah masjid habis, Ustaz Maliq langsung mengajak Jufri
ke kantor PT. Srindatex Thama. Mereka terlebih dulu mampir ke rumah Ustaz Maliq
mengambil mobil. Toyota Kijang Kristal lawas, yang body-nya masih kinclong dan mesinnya masih terdengar halus,
langsung disopiri sendiri oleh si empunya mobil. Mereka menembus keramaian lalulintas
siang yang terik namun adem di dalam mobil. Tujuannya, ke daerah Jalan
Magelang.
Jufri
dan Ustaz Maliq diminta menunggu sebentar. Ibu Shiera Daenela sedang
menghubungi kantor pusat di Ungaran. Sepertinya, ia sedang minta arahan
mengenai keberhasilan Jufri bisa melihat stereogram
Kakbah dalam karpet produksi Srindatex.
Tak sampai 15 menit, keduanya dipersilakan masuk ke ruang
kerja Kepala Perwakilan Jogja tersebut. Sambutan hangat langsung menyeruak di
dalam. Selain ada Shiera Daenela, ternyata ada juga Marketing Manager kantor pusat yang langsung ditugaskan ke Jogja
begitu Jufri memutuskan hendak datang ke kantor Jogja. Di dalam kembali diperbicangkan
mengenai stereogram Kakbah dalam
karepet salat. Shiera langsung menanyakan kepada Jufri apakah ia secara khusus
ingin melihat sesuatu dalam karpet itu. Tentunya Jufri menggeleng. Setelah
menjelaskan siapa dirinya dan apa pekerjaannya, Jufri lantas menceritakan
pengalamannya hingga bisa melihat Kakbah yang bergambar tiga dimensi serta
nomor ponsel yang harus dihubungi.
“Masya Allah.., buah kepatuhan beribadah yang penuh
kesadaran, akhirnya sesuatu yang kami sembunyikan bisa terlihat oleh Mas Jufri
ini. Bukan begitu, Pak Ustaz?” Shiera memalingkan wajahnya ke arah Ustaz Maliq
yang menganggukkan kepalanya.
“Sebelumnya, kami ingin memberi tahu saja. Perusahaan
kami memang sedang menguji coba karpet tiga dimensi. Peletakan gambar Kakbah
tersebut memang sengaja dilakukan sebagai bonus bagi siapa saja yang bisa
melihatnya. Manajemen memang sudah berniat mengumrohkan konsumen yang beruntung
dari produksi terbaru kami tersebut. Tidak banyak juga gambar itu dalam karpet
produksi terbaru tersebut. Kalau tak salah, hanya ada 10 atau 20 gambar Kakbah
saja. Insha Allah, bagi yang bisa
melihat gambar tersebut, perusahaan akan memberangkat umroh gratis. Semuanya
perusahaan yang tanggung termasuk jika belum memiliki paspor dan visa, kami
yang menyiapkan. Juga ada sedikit uang saku sebagai pegangan yang pergi umroh.
Sudah menjadi komitmen manajemen ketika ingin memproduksi karpet tiga dimensi
ini. Semoga produksi terbaru ini menjadi berkah untuk konsumen kami juga untuk
perusahaan. Mohon doanya, ya Pak Ustaz!” Ustaz Maliq yang menyimak penjelasan
Shiera menganggukkan kepalanya. Ia lalu mengangkat tangan sebentar kemudian
melatunkan doa yang di-aamiin-kan
keempat orang yang ada dalam ruangan.
“Kami rencana memberangkatkan mereka yang beruntung
setelah musim haji usai. Sekalian menunggu kabar dari tempat lain. Sabar ya Mas
Jufri!” Diminta bersabar, Jufri hanya tersenyum dan mengangguk pelan. Ia pun
menjawab pertanyaan Shiera dengan siapa akan pergi umroh.
Shiera tersenyum mendengar jawaban Jufri. “Sayang ibu benar
nih Mas Jufri.” Ustaz Maliq lantas menambahi sedikit cerita mengenai Jufri.
“Hadiah umroh ini sebetulnya untuk bapak. Karena bapak
sudah nggak ada, makanya saya yang
berkewajiban menemani ibu,” Jufri menambahkan.
“Anak saleh benar nih Mas Jufri. Iya kan Pak Ustaz?”
Lagi-lagi Ustaz Maliq hanya tersenyum.
Seseorang mengetuk pintu ruang kerja Shiera. Setelah
dipersilakan masuk, seorang wanita masuk ke dalam sambil membawa berkas. Wanita
itu terkejut melihat Jufri dan Ustaz Maliq. Namun ia menyelesaikan tugasnya
dulu, menyerahkan berkas kepada Shiera. Selama Shiera mengecek kelengkapan
berkas-berkas itu, wanita itu melihat ke arah Jufri dan Ustaz Maliq sekali lagi.
Shiera mengucapkan terima kasih setelah berkas-berkas yang dibacanya komplit. Wanita itu berpamitan. Namun,
sebelum ia keluar dari ruangan, ia sempatkan mendekatkan dirinya ke arah
Shiera. Kepala Shiera mengangguk. Sepertinya menyetujui sesuatu.
“Assalamualaikum, Ustaz.... Mas Jufri.” Wanita itu berucap salam sekaligus
menyapa.
“Mbak Afisah?” sahut Jufri tak percaya.
“Wah saling kenal rupanya,” timpal Shiera. Ustaz Maliq
selanjutnya menjelaskan kedekatan mereka dengan Afisah, yang ternyata
sekretaris Shiera di PT. Srindatex cabang Jogja.
“Afisah, sini dulu. Jangan keluar. Kamu ikut mengobrol
dulu.” Afisah mengangguk dan segera duduk di sebelah Pak Johnas Surlendra, marketing manager kantor pusat. Begitu
Afisah duduk, Shiera menjelaskan siapa Jufri dan apa keperluannya ke situ.
Afisah langsung memandang Jufri seraya mengucapkan selamat.
Ustaz Maliq ikut bicara menambahkan cerita tentang
Afisah. “Jadi, Mbak Afisah ini saat berhaji tahun kemarin, saya ikut
mendampingi beliau bersama keluarganya. Lha kok secara kebetulan, kemarin Mbak
Afisah datang ke masjid kami, menyerahkan kurban keluarganya sekaligus mau
menawarkan acara di Masjid An Najm.” Afisah tersipu-sipu Ustaz Maliq
menjelaskan perihal dirinya panjang lebar. Sementara Shiera tersenyum
mendengarkannya.
“Gegara membaca tulisan Mbak Etyastari Soeharto yang ada
di bukunya, saya jadi terlecut dan termotivasi. Dan semakin yakin keajaiban
Allah akan muncul setiap saat,” Jufri menimpali.
“Hmmm, buku apa itu,
ya?” tanya Shiera ingin tahu. Afisah lalu menjelaskan kepada Shiera. Ia
kemudian minta izin keluar sebentar, mau ke meja kerjanya. Kebetulan ia membawa
buku Mosaic of Haramain. Buku itu
hendak ditujukan kepada Shiera.
Shiera menimang-nimang buku tulisan Etyastari Soeharto.
“Tebal dan berat juga, ya.... Sepertinya menarik untuk dibaca. Kalau gitu saya
pesan 1 buku, ya Afisah,” pinta Shiera. “Insha Allah, 2 tahun lagi giliran saya
ke Tanah Suci. Siapa tahu bisa jadi referensi berhaji buku ini. Pak Ustaz sudah
baca buku ini?” Shiera memalingkan wajahnya, melihat Ustaz Maliq.
“Itu dia, Ibu Shiera. Mbak Afisah dan temannya yang
penulis itu, mau mengadakan kajian buku ini di Masjid An Najm. Waktunya belum
ditentukan, tapi kami dari Masjid An Najm siap-siap saja. Gimana Mbak Afisah?
Mau kapan jadinya? Ibu Shiera silakan hadir kalau acaranya jadi diadakan!”
“Masya
Allah.., Allah memang serba Maha betulll,”
kata Shiera. “Tidak sangka-sangka sama sekali. Kedatangan Mas Jufri ke sini
ternyata menyambungkan banyak silahturahmi. Semoga menjadi berkah untuk kita
semua, ya Pak Ustaz!” Ustaz Maliq mengangguk setuju.
Ruangan Shiera yang sejuk terasa hangat oleh silahturahmi
yang terjadi spontan.
Kebersamaan mereka kian akrab terlebih saat Shiera
mengajak mereka santap siang bareng. Afisah ketiban pulung rejeki maksi
bersama-sama. Tanpa sengaja ia menjumpai sahabat-sahabat baru gegara buku
Etyastari Soeharto, Mosaic of Haramain.
Di tengah santap siang bersama, Shiera bertanya pada
Jufri, “Apa pernah tinggal di Dusun Gandok?” Ditanya begitu, Jufri melihat
seksama Shiera kemudian menganggukkan kepala.
“Sudah saya duga.”
“Mas Jufri, putranya Bu Margi! Bapak namanya, Margiyanto,
kan? Kalau tidak salah, bapaknya dulu yang memelihara sapi-sapi milik Pak
Dirjoatmodjo, Kepala Dusun Gandok.” Dengan malu-malu Jufri menjawab iya.
“Bu Shiera ini putrinya Bu Wati Rahmana, kan? Saya dulu
biasa panggil Mbak Rara.” Shiera tersenyum mengingat nama kecilnya diucapkan
Jufri.
“Iya, iya, iya..., betul banget. Dunia menjadi sempit dan
rapat apabila silahturahmi sudah nyambung
seperti ini. Bukannya begitu, Pak Ustaz?” Ustaz Maliq yang sedang menikmati sop
jagung KFC yang dipesan Shiera, mengangguk.
“Yang jelas, silahturahmi itu selain mendatangkan
kekariban dan persahabatan, memperpanjang usia, juga mendatangkan rejeki
berlipat. Insha Allah, rejeki kita
siang ini terbekahi semua. Jufri dapat
kejutan umroh, Mbak Afisah jadi beracara di Masjid An Najm, Ibu Shiera ketemu
mantan tetangganya, dan perusahaan ini akan diberkahi melalui produksi karpet
salat tiga dimensinya.”
“Aamiin,” jawab semua yang ada dalam ruangan.
Jufri dan Ustaz Maliq berpamitan setelah Jufri menandatangani
penerimaan hadiah umroh ke Tanah Suci. Dan ketika berpamitan, Shiera
menyelipkan amplop ke tangan Jufri. Mulanya Jufri menolak. “Tolong sampaikan
kepada Ibu. Salam dari Mbak Rara, bilang ke ibu gitu,” sambil Shiera
senyum-senyum kepada Jufri. Dengan terpaksa Jufri menerima amplop pemberian
Shiera.
“Matur
nuwun Mbak!” Akhirnya, Jufri
memanggil Shiera dengan sebutan ‘mbak’.
Catatan kecil :
- Definisi stereogram dikutip dari buku, “Stereogram
3D Keajaiban 1”, karya Nurwan Buidman, terbitan Elex Media Komputindo
(2004).
- Kutipan langsung Etyastari Soeharto, diambil dari
catatan (status) fesbuk ybs mengenai buku Mosaic of Haramain.
Membacanya seperti diingatkan akan kebesaran Alloh swt , tidak ada yg tidak mungkin jika Alloh sudah berkehendak . Memotifasi pembaca untuk makin taat beribadah dan tetap berbuat baik krn kita bs dipertemukan dgn siapa saja , dimana saja .jika buruk akan terbongkar dan jika baik akan makin bnyk orang tahu kl.kita baik .toop tulisane
BalasHapusSetuju...
BalasHapus